dari fb dr Olivere indra leksmana
dr Annisa Karnadi : Vaksinasi: sebuah jawaban panjang atas sebuah kebimbangan
Vaksinasi Rekomendasi IDAI 2014 & Permenkes RI 42/2013
Vaksinasi di Posyandu --> Gratis karena 100% disubsidi pemerintah. Jadwal imunisasi ini mengikuti aturan UCI (Universal Child Immunization) - yang tujuannya mengejar cakupan imunisasi sesegera mungkin, 5 vaksin (dasar) sebelum anak berusia 1 tahun
Jadwal baru IDAI sedikit berbeda dengan jadwal imunisasi di Posyandu --> agar respons imun lebih baik
- BCG: dianjurkan di umur 0-2 bulan, namun paling optimal di usia 2 bulan
- Hepatitis B usia 1 bulan tetap diberikan
- DTP dan Polio : dianjurkan pada usia 2, 4, 6 bulan (selisih 2 bulan), bukan di 2,3, 4 bulan. Setiap anak diharapkan mendapat minimal 1x vaksin polio injeksi (biasanya gabungan dengan vaksin lain spt Infanrix HIB yang berisi Polio injeksi, HIB, dan DTP yang tak panas).
Khusus pada bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B
- Perlu sekali diberikan Imunoglobulin Hepatitis B (Hyperhep-B) sebagai “pembunuh” virus yang siap tempur untuk mematikan virus hepatitis yang sudah masuk ke bayi (penularan via cairan tubuh: darah, lendir vagina, ketuban, keringat, dan ASI). Berikan sedini mungkin < 48 jam pertama sesudah bayi lahir agar efektif (sembari diberikan vaksin hepatitis B program pemerintah).
- Vaksin hepatitis B umur 1 bulan harus tetap diberi, tidak menunggu DTP Combo 2 bulan, agar imunitas segera terbentuk. Pada bayi prematur/berat lahir < 2.000 gram pun tetap diberikan segera sesudah lahir, ulangan saat bayi berat badan mencapai 2 kg, dan selanjutnya sesuai jadwal IDAI.
- Dengan 2 vaksinasi tadi (vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B) akan memberikan perlindungan > 90% terhadap kemungkinan bayi terinfeksi hepatitis B à yang berisiko tinggi menjadi kanker hati di usia remaja.
- Harga vaksin ini Rp 2,2 juta, hanya diberikan 1 kali
- Vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B, aman diberikan pada semua bayi > 1.500 gram.
Pertanyaan yang sering ditanyakan:
1. Anak saya batuk pilek tapi ga demam, bolehkah imunisasi?- Boleh. Sebetulnya demam ringanpun boleh imunisasi tapi takutnya akan rancu dengan demam yg timbul akibat imunisasinya.
2. Anak saya ketinggalan imunisasi x nya, sekarang umur sekian, masih bisa diberikan tidak?- Bisa. Hanya rotavirus yang harus selesai maksimal usia 32 minggu utk rotateq, dan 24 minggu utk rotarix. Kedua vaksin rotavirus harus sudah dimulai sebelum usia 14 minggu. Banyak vaksin lain yg malah masih diberikan pad orang dewasa.Utk imunisasi campak yg tertinggal, bila terlewat hingga usia lebih dari 1 tahun sebaiknya kejar ketinggalan langsung dengan imunisasi MMR.
3. Saya ditawari vaksin x, pentingkah?- semua vaksin penting. Vaksin hanya dibuat utk penyakit2 penting yg membahayakan karena angka kematiannya atau angka kecacatannya tinggi. Penyakit ecek2 biarpun menyebalkan tidak akan dibuat vaksinnya.
4. Kenapa utk penyakit2 berbahaya seperti penyakit x,y,z tidak ada vaksinnya?- banyak penyakit berbahaya sedang diteliti vaksinnya, tp seringkali kendalanya banyak. Jadi sabar saja, seandainya vaksinnya sudah ditemukan pasti akan dilaunching ke masyarakat.
5. Saya dengar vaksin x punya efek samping yg berbahaya. Amankah vaksin x? - penelitian terhadap vaksin bisa dibilang adlaah penelitian paling mendalam terhadap suatu obat. Vaksin akan dilaunching kalau terbukti efektif dan aman dalam penelitian sevelum dijual. Efek samping vaksin kadang kala baru terlihat setelah dipakai oleh jutaan pemakai. Bila efek samping tersebut berbahaya maka pasti vaksin tersebut ditarik dari peredaran dan diteliti lagi hingga ditemukan vaksin yg lebih aman.
6. Bolehkah imunisasi dengan vaksin yg berbeda merk?- sebaiknya pakai vaksin yg sama merknya, tapi berbagai vaksin sudah diteliti apakah bisa berganti2 merk dan ternyata bisa dilakukan pergantian merk bila terpaksa karena hasil penelitian mendapatkan hasil kadar antibodi yg masih adekuat utk perlindungan walaupun tidak optimal. Sejauh ini yg masih tidak boleh berbeda merk adalah imunisasi rotavirus dan pneumokokus.
7. Suntikan BCG anak saya tidak meninggalkan bekas. Haruskah diulang?- bila yakin sudah disuntikkan dan kualitas vaksin yg dipakai memang masih bagus maka tidak usah diulang.
8. Anak saya sudah terkena campak. Apakah masih perlu imunisasi campak?- masih. Karena banyak penyakit dengan tampilan mirip campak dan bahkan dokterpun sering tertipu. Jadi tetap berikan imunisasi campak biarpun anak anda sudah terkena "campak".
Di mana bisa memperoleh vaksin rekomendasi IDAI:
Untuk wilayah Jakarta:
In Harmony Clinic (dr.Kristoforus Hendrajaya & dr.Meta Melvina) Jl.Salemba Bluntas 47A, belakang RS St Carolus, RT 5/8, Paseban, Senen, Jakarta Pusat. HP: 0816973693
Untuk wilayah Timor Tengah Utara, NTT:
dr.Mervin TH,SpA & dr.Olieve Indri Leksmana.
Jl.Jend.Sudirman 12 (samping kantor Bupati, deretan TELKOM), RT 1/1 kel.Benpasi, Kefamenanu, TTU, NTT
HP: 081353153145 / Pin BB 2B0DE7E0
Atau dokter anak setempat.
Link jadwal vaksinasi IDAI 2014 https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201413015669223&set=a.10201081677025964.1073741829.1289641582&type=1&theater
BERIKAN VAKSINASI LENGKAP AGAR ANAK SEHAT, TUMBUH KEMBANG PUN LEBIH TERJAMIN !!
- Hepatitis B: diberikan saat lahir (dg uniject), umur 2, 3, 4 bulan (bersamaan dengan DTP Combo), harus diberikan dalam 12 jam pertama. Aman diberikan pada semua bayi di atas 1.500 gram. (dulu batasnya berat lahir 2.000 gram).
- Polio oral: diberikan saat lahir (pulang dari Rumah Sakit), umur 2,3,4 bulan
- BCG: diberikan saat usia 1 bulan
- DTP Combo Hepatitis B: diberikan umur 2, 3, 4 bulan
- Campak: diberikan pada usia 9 bulan
- HIB (Hemophyllus influenza tipe B) Diberikan pada 2, 4, 6, 15-18 bulan (total 4 kali vaksinasi). Mencegah radang paru (pneumonia), radang telinga tengah (otitis media) yang berisiko tuli konduksi pada anak, epiglotitis, radang selaput otak (meningitis) yang bila berkomplikasi menjadi ensefalitis (radang otak) menyebabkan kematian/cacat otak. Contoh merek vaksin: Hiberix
- PCV (Pneumokokus). Diberikan pada usia 2, 4, 6, 12-15 bulan (total 4 kali pemberian vaksinasi). Spektrum penyakit yang bisa dicegah sama dengan HIB (meningitis, pneumonia) ditambah mencegah bakteremia/sepsis (yaitu infeksi berat bakteri dalam darah).
- Rotavirus Mencegah spektrum penyakit karena virus rota berupa diare rotavirus, meningitis dan miokarditis karena rotavirus. Efektif diberikan sedini mungkin, namun tidak efektif pada anak di atas usia 1 tahun. Mencegah diare pada usia balita. Diberikan pada usia 2 bulan dan 4 bulan (rotarix – Glaxo), atau 2,4,6 bulan (rotate – MSD)
- Influenza Mencegah spectrum influenza pada bayi dan anak, dan mengurangi frekuensi dan beratnya common cold (selesma) yang disebabkan rhinovirus. Diberikan mulai umur 6 bulan sampai usia dewasa, satu kali setahun
- MMR Mencegah Measles (campak), Mumps (gondongan/parotitis/bof), Rubella (campak Jerman). Diberikan pada usia 15 bulan dan 5-6 tahun (total 2 kali pemberian). Tidak terbukti menyebabkan anak autis.
- Tifoid. Mencegah demam tifoid, diberikan mulai anak berusia 2 tahun, diulang setiap 3 tahun
- Hepatitis A Mencegah hepatitis A akut. Diberikan mulai usia 2 tahun, diberikan 2 kali, dengan interval 6-12 bulan (jarak vaksin berikutnya).
- Varisela - Memberikan perlindungan seumur hidup terhadap virus varisela zoster (termasuk mencegah Herpes Zoster) dengan 1 kali pemberian vaksin mulai anak usia 1 tahun.
- HPV (Human Papilloma Virus) – hanya pada perempuan mulai usia 10 tahun ke atas. Mencegah kanker cervix (kanker leher rahim). Diberikan 3 kali dengan interval 1 bulan, dan 6 bulan.
- Polio perlu ulangan pada 18-24 bulan dan 6 tahun
- DTP perlu diulang pada 18-24 bulan, 5 tahun, 10 tahun (Td) dan 18 tahun (Td)
- Campak diulang pada umur 24 bulan, 6 tahun. Jika anak sudah mendapat vaksin MMR pada usia 15 bulan, campak 24 bulan tak usah diberikan
Jadwal baru IDAI sedikit berbeda dengan jadwal imunisasi di Posyandu --> agar respons imun lebih baik
- BCG: dianjurkan di umur 0-2 bulan, namun paling optimal di usia 2 bulan
- Hepatitis B usia 1 bulan tetap diberikan
- DTP dan Polio : dianjurkan pada usia 2, 4, 6 bulan (selisih 2 bulan), bukan di 2,3, 4 bulan. Setiap anak diharapkan mendapat minimal 1x vaksin polio injeksi (biasanya gabungan dengan vaksin lain spt Infanrix HIB yang berisi Polio injeksi, HIB, dan DTP yang tak panas).
Khusus pada bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B
- Perlu sekali diberikan Imunoglobulin Hepatitis B (Hyperhep-B) sebagai “pembunuh” virus yang siap tempur untuk mematikan virus hepatitis yang sudah masuk ke bayi (penularan via cairan tubuh: darah, lendir vagina, ketuban, keringat, dan ASI). Berikan sedini mungkin < 48 jam pertama sesudah bayi lahir agar efektif (sembari diberikan vaksin hepatitis B program pemerintah).
- Vaksin hepatitis B umur 1 bulan harus tetap diberi, tidak menunggu DTP Combo 2 bulan, agar imunitas segera terbentuk. Pada bayi prematur/berat lahir < 2.000 gram pun tetap diberikan segera sesudah lahir, ulangan saat bayi berat badan mencapai 2 kg, dan selanjutnya sesuai jadwal IDAI.
- Dengan 2 vaksinasi tadi (vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B) akan memberikan perlindungan > 90% terhadap kemungkinan bayi terinfeksi hepatitis B à yang berisiko tinggi menjadi kanker hati di usia remaja.
- Harga vaksin ini Rp 2,2 juta, hanya diberikan 1 kali
- Vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B, aman diberikan pada semua bayi > 1.500 gram.
Pertanyaan yang sering ditanyakan:
1. Anak saya batuk pilek tapi ga demam, bolehkah imunisasi?- Boleh. Sebetulnya demam ringanpun boleh imunisasi tapi takutnya akan rancu dengan demam yg timbul akibat imunisasinya.
2. Anak saya ketinggalan imunisasi x nya, sekarang umur sekian, masih bisa diberikan tidak?- Bisa. Hanya rotavirus yang harus selesai maksimal usia 32 minggu utk rotateq, dan 24 minggu utk rotarix. Kedua vaksin rotavirus harus sudah dimulai sebelum usia 14 minggu. Banyak vaksin lain yg malah masih diberikan pad orang dewasa.Utk imunisasi campak yg tertinggal, bila terlewat hingga usia lebih dari 1 tahun sebaiknya kejar ketinggalan langsung dengan imunisasi MMR.
3. Saya ditawari vaksin x, pentingkah?- semua vaksin penting. Vaksin hanya dibuat utk penyakit2 penting yg membahayakan karena angka kematiannya atau angka kecacatannya tinggi. Penyakit ecek2 biarpun menyebalkan tidak akan dibuat vaksinnya.
4. Kenapa utk penyakit2 berbahaya seperti penyakit x,y,z tidak ada vaksinnya?- banyak penyakit berbahaya sedang diteliti vaksinnya, tp seringkali kendalanya banyak. Jadi sabar saja, seandainya vaksinnya sudah ditemukan pasti akan dilaunching ke masyarakat.
5. Saya dengar vaksin x punya efek samping yg berbahaya. Amankah vaksin x? - penelitian terhadap vaksin bisa dibilang adlaah penelitian paling mendalam terhadap suatu obat. Vaksin akan dilaunching kalau terbukti efektif dan aman dalam penelitian sevelum dijual. Efek samping vaksin kadang kala baru terlihat setelah dipakai oleh jutaan pemakai. Bila efek samping tersebut berbahaya maka pasti vaksin tersebut ditarik dari peredaran dan diteliti lagi hingga ditemukan vaksin yg lebih aman.
6. Bolehkah imunisasi dengan vaksin yg berbeda merk?- sebaiknya pakai vaksin yg sama merknya, tapi berbagai vaksin sudah diteliti apakah bisa berganti2 merk dan ternyata bisa dilakukan pergantian merk bila terpaksa karena hasil penelitian mendapatkan hasil kadar antibodi yg masih adekuat utk perlindungan walaupun tidak optimal. Sejauh ini yg masih tidak boleh berbeda merk adalah imunisasi rotavirus dan pneumokokus.
7. Suntikan BCG anak saya tidak meninggalkan bekas. Haruskah diulang?- bila yakin sudah disuntikkan dan kualitas vaksin yg dipakai memang masih bagus maka tidak usah diulang.
8. Anak saya sudah terkena campak. Apakah masih perlu imunisasi campak?- masih. Karena banyak penyakit dengan tampilan mirip campak dan bahkan dokterpun sering tertipu. Jadi tetap berikan imunisasi campak biarpun anak anda sudah terkena "campak".
Di mana bisa memperoleh vaksin rekomendasi IDAI:
Untuk wilayah Jakarta:
In Harmony Clinic (dr.Kristoforus Hendrajaya & dr.Meta Melvina) Jl.Salemba Bluntas 47A, belakang RS St Carolus, RT 5/8, Paseban, Senen, Jakarta Pusat. HP: 0816973693
Untuk wilayah Timor Tengah Utara, NTT:
dr.Mervin TH,SpA & dr.Olieve Indri Leksmana.
Jl.Jend.Sudirman 12 (samping kantor Bupati, deretan TELKOM), RT 1/1 kel.Benpasi, Kefamenanu, TTU, NTT
HP: 081353153145 / Pin BB 2B0DE7E0
Atau dokter anak setempat.
Link jadwal vaksinasi IDAI 2014 https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10201413015669223&set=a.10201081677025964.1073741829.1289641582&type=1&theater
BERIKAN VAKSINASI LENGKAP AGAR ANAK SEHAT, TUMBUH KEMBANG PUN LEBIH TERJAMIN !!
dr Annisa Karnadi : Vaksinasi: sebuah jawaban panjang atas sebuah kebimbangan
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang
Tulisan berikut ini
adalah hasil hunting data disana-sini masih terkait isu vaksin yang
meresahkan hati, jiwa, pikiran hingga membuat kepala kami ikutan pening.
Sebagai orang tua tentu saja kami ingin memastikan vaksin yang memasuki
tubuh anak kami adalah bahan yang halal dan thoyyib. Tulisannya sangat
panjang memang, maklum ini merangkum isu yang ada yang berhembus tentang
vaksinasi.
Q: Apakah vaksin itu halal?
Isu kehalalan vaksin dipertanyakan sebab adanya enzim tripsin babi yang digunakan sebagai katalisator.
Ibnul Qayyim berpendapat, “Sesungguhnya benda suci apabila berubah menjadi najis maka hukumnya najis, seperti air dan makanan apabila telah berubah menjadi air seni dan kotoran. Kalau benda suci bisa berubah najis, lantas bagaimana mungkin benda najis tidak bisa berubah menjadi suci? Allah telah mengeluarkan benda suci dari kotoran dan benda kotor dari suci. Benda asal bukanlah patokan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang. Mustahil benda tetap dihukumi najis padahal nama dan sifatnya telah tidak ada, padahal hukum itu mengikuti nama dan sifatnya.” [15]
Bisa kita ambil contoh benda yang tadinya halal menjadi haram seperti beras berubah menjadi sake atau makanan yang menjadi kotoran. Sementara itu contoh benda kotor menjadi halal seperti kotoran dan kencing binatang berubah menjadi biogas. Sifat benda sekarang yang menjadi patokan bukan benda asalnya.
Menanggapi penggunaan unsur babi dalam vaksin, ulama ada dua pendapat, yaitu:
1. Para ulama yang menganut madzhab Syafi’iyyah melarang penggunaan unsur dari babi, kapan pun dan dimana pun. Larangan ini berdasarkan al qur’an dalam ayat Q.S 2: 173, 5: 3, dll
2. Para ulama yang menganut madzhab hambaliyah tidak mempermasalahkan dengan berpedoman pada kaidah fiqih yang disebut ISTIHALAH, yaitu menghalalkan bahan yang semua haram karena telah berubah sifat. Enzim tripsin berbeda dengan daging babi, sehingga ulama-ulama tidak mempermasalahkannya.
Dalam salah satu kaidah fiqih disebutkan bahwa, "Mendapatkan manfaat yg lebih besar itu lebih utama utk dilakukan daripada meninggalkan madlorot yg lebih kecil." Contoh aplikasi kaidah ini adalah: Kasus ekstrim, dimana kita terdampar di sebuah pulau dan tdk ada makanan selain babi, maka kita diijinkan memakan babi tsb selama kita sekedar mempertahankan hidup, tidak menginginkannya, dan tidak melampaui batas. Jika ada bahan makanan lain, maka kita harus memilih yg lebih halal. Rujukan kasus darurat ini adalah QS. Al Baqoroh (2):173. Batasan darurat itu: a. Tidak ada bahan makanan yang lain b. Sekedar untuk menyambung hidup c. Tidak berlebihan, tidak menikmati, tidak menginginkannya d. Jika ditemukan bahan lain yang lebih halal, maka HARUS memilih yang lebih halal, dan bahan haram tadi HARUS ditinggalkan...
Ada kaidah begini: siapa yang percaya mutlak kepada sebab dia syirik, siapa yang tidak percaya mutlak kepada sebab dia kufur. Misal: orang yang percaya 100% bahwa vaksinasi PASTI melindungi anak dari penyakit lupa bahwa Allah lah yang menurunkan penyakit, sehingga tidak pernah berdoa kepada Allah minta
perlindungan dari penyakit (karena 100% mengandalkan vaksinasi) maka dia syirik. Sudah menuhankan vaksinasi. Sebaliknya: orang yang tidak mau berikhtiar sama sekali, termasuk tidak mau vaksinasi, tidak mau berobat, dll karena tidak percaya mutlak kepada sebab dan hanya bilang bahwa saya percaya akan takdir Allah, kalo ditakdirkan sakit ya pasti sakit, kalo sehat ya pasti sehat, sama dengan paham fatalistik, maka dia sudah kufur. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah [sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238] dan Majelis Ulama Eropa [Disarikan dari http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203] memperbolehkan vaksinasi jika mengkhawatirkan tertimpa penyakit akibat wabah-wabah atau sebab lainnya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
Di Indonesia hanya ada 3 vaksin dengan tripsin babi yaitu meningitis, polio injeksi dan rotavirus. Sementara vaksin meningitis produksi China dan Italia telah mendapatkan label halal dari MUI. Untuk vaksin polio bisa dipilih polio oral (OPV) apalagi Indonesia belum dinyatakan bebas polio. Vaksin rotavirus bisa digunakan produksi Jepang yang menggunakan kelinci.
Proses pembuatan vaksin berbeda dari pembuatan obat puyer dimana semua bahan dicampur dalam satu wadah lalu digerus bersamaan sehinggi semua bahan tercampur. Proses pembuatan vaksin skala industri menggunakan industrial plants yang kompleks dan terintergrasi. Produksi vaksin meliputi tahap sebagai berikut:
a. Produksi seed (parent seed, master seed, dan working seed)
b. Fermentasi working seed
c. Isolasi antigen vaksin
d. Purifikasi (pemurnian) polisakarida vaksin.
Dalam setiap tahap bahan baku untuk tahap tertentu tidak akan bersinggungan dengan tahapan berikutnya.
Perlu untuk diketahui peranan tripsin babi sendiri di dalam vaksin. Sel bakteri yang digunakan untuk vaksin memiliki dinding berupa protein. Enzim tripsin babi hanya berfungsi sebagai gunting untuk memotong rantai panjang protein menjadi peptida rantai pendek yaitu asam amino. Setelah mengalami fermentasi sel-sel bakteri ini akan dipecah dan polisakarida yang ada di sebelah dalam dinding bakteri tersebut diambil. Polisakarida inilah yang digunakan sebagai antigen dalam vaksin. Jadi, antigen yang digunakan dalam vaksin ini tidak bersinggungan baik langsung maupun tidak langsung dengan enzim tripsin babi.
Polisakarida tersebut juga melewati proses pemurnian (purifikasi) dengan cara pencucian dan pengenceran working seed. Pencucian working seed terjadi 1 : 67,5 milyar kali, jadi dicuci dan diencerkan sebanyak 67,5 milyar kali. Keputusan hukum PP Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama no 04 th 2010 tentang vaksin meningitis: pensuciannya sesuai untuk najis berat. Enzim tripsin berperan sebagai katalisator yang mempercepat reaksi hingga seribu kali. Tanpa biokatalisator tripsin ini reaksi akan berjalan sangat lambat, bahkan bisa bertahun-tahun sehingga tidak efektif.
Saat ini para ilmuwan sedang terus mencoba untuk mengembangkan metode lain, seperti membuat vaksin dengan media tumbuhan. Namun, menciptakan teknologi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bisa jadi nanti anak-anak kita yang cerdas dan sehat ini yang akan memperbaiki teknologi ini?
Kesimpulan: vaksinasi mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan.
Sumber: http://www.immunize.org/concerns/porcine.pdf http://muslimafiyah.com/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-u… http://chirpstory.com/li/10761
Q: Apakah vaksin aman? Benarkah ada merkuri di dalam vaksin?
Sebagai orang tua tentu saja kita ingin melindungi anak-anak kita. Kita tidak mau ada bahan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh anak kita. Isu adanya merkuri di dalam vaksin meresahkan banyak pihak. Isu tersebut mengingatkan kita akan kejadian tragedi Minamata dimana keracunan merkuri menimpa warga di Minamata Jepang sehingga muncul penyakit keracunan merkuri pada tahun 1956. Hal ini dikarenakan adanya pabrik kimia yang membuang limbah mengandung metilmerkuri (methylmercury) ke Teluk Minamata pada tahun 1932-1968.
Didalam kehidupan kita sehari-hari, merkuri dikenal dalam 3 bentuk :
1. Logam merkuri (elemental). Biasa ditemui pada termoter tua. Merkuri tipe ini tidak bisa di serap oleh tubuh melalui oral (dimakan) -kemampuan penyerapannya hanya 0.01%- sementara melalui proses inhalasi dapat diserap sampai > 80%.
2. Merkuri anorganik. Jenis merkuri ini dapat diserap tubuh secara oral sampai 7 - 15 %, bentuk senyawa merkuri ini biasa ditemukan pada batrei.
3. Merkuri organik (methylmercury fungisida, fenil merkuri, ethylmercury). Jenis merkuri ini mampu diserap tubuh melalui proses oral sampai 90%.
Merkuri disebut juga hydrargyrum atau air perak karena sifatnya yang cair seperti air dan berkilau seperti perak. Jangan kan pada vaksin, ternyata logam berat merkuri banyak ditemukan di alam ini bahkan pada bahan makanan. Merkuri banyak kita temui di alam, sebagai mineral di bebatuan, dalam tanah, air, bahan bakar fosil seperti batubara, sumber mata air panas dan letusan gunung berapi. Merkuri organik ini juga bisa berasal dari merkuri anorganik yang dimetabolisme oleh mikroorganisme yang hidup dalam air menjadi merkuri organik.
Merkuri organik yang sering ditemukan di alam adalah metilmerkuri, merkuri yang sama yang menyebabkan tragedi penyakit Minamata. Ikan dan kerang-kerangan memiliki kemampuan untuk menyimpan merkuri di dalam tubuhnya, dan memiliki sifat biomagnifikasi yaitu konsentrasi makin besar di tingkat piramida makanan yang makin tinggi artinya pemangsa memiliki konsentrasi merkuri lebih tinggi dibandingkan yang dimangsa. Metilmerkuri terdapat di ikan catfish, grouper, makarel, sarden, hiu, tuna, kerang, tiram, kepiting, lobster dan udang.
Metilmerkuri ini waktu paruhnya sangat lama yaitu 50 hari di darah dan hingga 120 hari di otak manusia sehingga lama dikeluarkan dari tubuh. Karena metilmerkuri ini lama di dalam tubuh, maka jika kadarnya berlebihan bisa memasuki jaringan otak bahkan plasenta dan akan merusak otak bayi. Metilmerkuri bahkan ditemukan di air susu ibu (ASI) saat ibu mengkonsumsi bahan yang mengandung metilmerkuri.
Merkuri memiliki efek antibakterial (antiseptik) dan antijamur sehingga banyak digunakan sebagai preservative dalam berbagai produk baik medis maupun non-medis seperti kosmetik. Zat yang biasa digunakan adalah thimerosal atau thiomerosal. Thimerosal dimetabolisme menjadi 46,9% merkuri organik yang berupa etilmerkuri dan thiosalisilat. Etilmerkuri ini waktu paruhnya sangat jauh lebih singkat daripada metilmerkuri yaitu 7 hari akan dikeluarkan dari tubuh. Penggunaan etilmerkuri dinyatakan tidak berbahaya bagi tubuh. Etilmerkuri menjadi berbahaya, baik untuk dewasa dan anak-anak, apabila kandungannya 1000-1000000 kali lipat dari yang ada di dalam vaksin.
Beberapa tahun yang lampau berhembus isu thimerosal menyebabkan kerusakan otak pada anak dan autisme. Isu ini sangat meresahkan para orang tua dan menurunkan kepercayaan pada vaksinasi. Akhirnya FDA, EPA dan ATSR melakukan serangkaian penelitian. Dari serangkaian penelitian, FDA memutuskan bahwa thimerosal dinyatakan aman sebagai preservative vaksin. Namun, akhirnya pada tahun 2001 thimerosal sudah tidak digunakan lagi sebagai preservative dalam vaksin untuk anak-anak. Penghilangan thimerosal bukan karena etilmerkuri tidak aman, namun karena menghindari kekhawatiran para orang tua. Hanya vaksin multidosis yang menggunakan thimerosal, yaitu kemasan vaksin yang diambil berkali-kali.
Jadi, saat ini sebagian besar vaksin sudah bebas dari thimerosal atau merkuri. J
Sumber: http://pediatrics.aappublications.org/conte…/…/1394.full.pdf http://www.fda.gov/…/SafetyAvailabi…/VaccineSafety/UCM096228 http://www.fda.gov/…/foodbornep…/methylmercury/ucm115644.htm http://www.fda.gov/…/FoodborneP…/Methylmercury/ucm191007.htm http://www.immunizationinfo.org/…/…/vaccines-and-autism-2009 http://www.immunizationinfo.org/…/thimeros…/mercury-vaccines http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/doc/326003044140859/ http://en.wikipedia.org/wiki/Methylmercury http://en.wikipedia.org/wiki/Ethylmercury
Q: Apakah vaksin menyebabkan autisme?
Isu vaksin menyebabkan autis selalu meresahkan para orang tua. Isu ini berawal dari seorang dokter ahli bedah, Andrew Wakefield, membuat penelitian yang hasil akhirnya membuktikan vaksin MMR menyebabkan autisme. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998 diterbitkan di jurnal kedokteran yang terpercaya yaitu The Lancet dan diumumkan secara besar-besaran. Dunia geger dan orang tua di seluruh dunia mengalami kepanikan menolak vaksinasi terutama MMR.
Para ilmuwan dan WHO tidak tinggal diam, dilakukan penelitian yang sistemastis dengan banyak sampel. Dari penelitian yang dilakukan di berbagai belahan dunia, sebelas penelitian besar membuktikan bahwa MMR tidak menyebabkan autisme dan enam penelitian besar berhasil membuktikan keamanan thimerosal.
Setelah ditelusuri ternyata Wakefield menerima suap jutaan dollar untuk membuat penelitian rekayasa yang menghasilkan merk vaksin MMR yang digunakan saat itu menyebabkan autisme. Penelitian Wakefield ini hanya melibatkan 12 anak yang tentunya sangat tidak mewakili komunitas masyarakat di seluruh belahan dunia. Penelitian ini juga terbukti tidak disetujui oleh Komite Etik tempatnya bekerja dan dicemari dengan pemalsuan data.
Pada tahun 2005 The Lancet mulai menarik artikelnya dan keterangan tentang ketidakbenaran penelitian ini telah diumumkan secara resmi di jurnal resmi kedokteran Inggris yang sangat berpengaruh di dunia kedokteran: British Medical Journal yang terbit pada bulan Februari 2011.
Vaksin dan bahan yang terkandung di dalamnya (thimerosal) tidak terbukti menyebabkan autisme maupun kerusakan otak. Kejadian autisme biasanya terdiagnosis pada tahun kedua usia bayi dimana pada usia tersebut bayi memang sering divaksinasi. Dan pada pemeriksaan tubuh anak tidak terdapat kenaikan kadar merkuri baik di darah, rambut maupun sel-sel yang lain. Berdasarkan penelitian meta-analisis yang membandingkan anak yang divaksin dengan yang tidak divaksin dihasilkan kejadian autismenya sama di kedua kelompok (pada anak yang tidak divaksin pun
ternyata tetap muncul kasus autisme). Oiya, meta analisis itu maksudnya adalah tingkatan penelitian tertinggi bagi para akademisi sehingga sanfat bisa dipertanggungjawabkan.
Sumber: http://cid.oxfordjournals.org/content/48/4/456.full http://briandeer.com/mmr/lancet-summary.htm http://www.salon.com/2008/09/22/autism_2/singleton/ http://www.antaranews.com/…/tanya-jawab-kehalalan-dan-keama… http://www.immunizationinfo.org/…/…/vaccines-and-autism-2009
Q: Apakah bahan vaksin berasal dari nanah?
Nanah? Membayangkan nanah yang ada di jerawat saja saya jijik apalagi membayangkan zat tersebut disuntikkan ke dalam tubuh bayi saya. Isu ini terkait dengan sejarah pembuatan vaksin.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.
Pada tahun 1718, Lady Mary Wortley Montague seorang bangsawan Inggris melihat kebiasaan bangsa Turki Othmany melakukan inokulasi, yaitu mengambil cairan nanah dari penyakit cacar dengan gejala ringan (smallpox) ke anak yang sehat. Kebiasaan itu terbukti melindungi anak-anak dari penyakit cacar (smallpox/variola) yang sangat menular dan mematikan. Lady Mary kemudian melakukan hal tersebut kepada kedua anaknya.
Pada tahun 1796, seorang dokter di pedesaan Inggris mengamati bahwa para pekerja yang terpapar dengan cacar sapi (cowpox) terlihat kebal terhadap serangan cacar (smallpox/variola). Akhirnya dokter tersebut, Edward Jenner, mencoba mengambil cairan nanah dari cacar sapi (cowpox) dan menginokulasikannya ke seorang anak laki-laki sehat berusia 8 tahun, James Phillips, dan berhasil menciptakan kekebalan terhadap infeksi cacar variola. Oleh sebab itu vaccination berasal dari kata vacca yang artinya sapi, karena vaksinasi pertama kali dilakukan dengan mengambil virus yang menginfeksi sapi untuk membentuk kekebalan terhadap smallpox.
Itu kejadian lebih dari 200 tahun yang lalu, memang benar berasal dari nanah sapi. Namun, untuk masa sekarang ini, teknologi kedokteran sudah sangat berkembang dengan pesat sehingga virus dan bakteri yang digunakan untuk vaksinasi bukan diambil dari nanah lagi. Pembuatan vaksin itu adalah industri skala besar jadi ketersediaan bahan harus terjaga konsistensi jumlah dan kualitasnya. Tidak seperti orang menanam padi yang tiap 3 bulan panen, apa iya perusahaan vaksin mau memelihara orang sakit cacar sehingga tiap hari mau dipanen nanahnya? Jelas tidak mungkin, karena orang sakit cacar juga tidak tiap hari ada. Oleh sebab itu, virus dan bakterinya dipelihara di laboratorium untuk dijaga kualitas dan jumlahnya sehingga produksi vaksin skala besar bisa dilakukan setiap saat selama vaksin tersebut masih dibutuhkan.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/scientific-method-vaccin… http://schools-wikipedia.org/wp/v/Vaccination.htm
Q: Apakah vaksin terbuat dari janin? Apakah vaksin terbuat dari ginjal kera? Apakah vaksin terbuat dari babi dan anjing?
Penggunaan vaksin “dari janin” ini biasanya menuai kontroversi di umat Katholik. Namun, siapa pun pasti ngeri plus jijik jika mendapat informasi vaksin terbuat dari janin, kera, babi dan anjing.
Serupa dengan keterangan di atas, perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.
Isu ini muncul berkaitan dengan sejarah penemuan media yang digunakan untuk pengembangbiakan virus dan bakteri yang akan digunakan dalam vaksin. Media tumbuh ini ibarat “tanah” bagi pohon kelapa. Namun, virus dan bakteri sayangnya berbeda dengan pohon kelapa yang bisa tumbuh di tanah manapun, mulai dari daerah pantai hingga puncak gunung yang gersang.
Pada era modern saat ini, bakteri bisa ditumbuhkan dan dipelihara di lingkungan laboratorium tanpa memerlukan media hewani, jadi tinggal diberi zat makanannya dan lingkungan yang nyaman bagi bakteri itu. Namun, berbeda dengan bakteri, virus memerlukan media khusus, yaitu sel seperti sel-sel embrio di telur ayam. Sel yang bisa digunakan untuk menumbuhkembangkan virus pun adalah sel khusus yang terjaga kemurniannya di laboratorium dengan teknologi kultur jaringan, yaitu strain cell atau cell line.
Strain cell berupa cell line ini tidak mudah diperoleh, para ilmuwan di laboratorium senantiasa bereksperimen dengan penuh ketelitian di bawah pengawasan Komite Etik untuk menjaga agar penelitian tetap berjalan sesuai hukum dan koridor keilmuan yang etis. Strain cell ini dikondisikan untuk mendapatkan satu jenis sel tunggal yang abadi dan selalu berkembangbiak yang disebut cell line. Karena untuk membuat vaksin skala industri dibutuhkan media sel yang murni, berjumlah sangat besar dengan konsistensi sifat yang sangat terjaga. Cell line ini asalnya bermacam-macam dan memang ada yang berasal dari tikus, mencit, kelinci, sel kanker, janin manusia, kera, anjing dan lain-lain.
Alkisah, ilmuwan mencoba untuk membiakkan virus di berbagai media sel. Pada tahun 1936 Albert Sabin dan Peter Olitsky membiakkan sel otak yang berasal dari janin manusia yang sudah keguguran untuk membuat vaksin polio. Kemudian pada tahun 1951, Jonas Salk berhasil membiakkan sel dari ginjal kera (Vero cell line) untuk vaksin polio. Hingga kini sel Vero ini dipelihara dan dikembangbiakkan untuk memproduksi vaksin polio, variola, rotavirus dan japanese encephalitis. Pada tahun 1958 juga dikembangkan sel Madin Darby Canine Kidney (MDCK) yang diambil dari ginjal anjing cocker spanyol.
Virus memerlukan sel tertentu untuk hidup, virus manusia membutuhkan media sel manusia. Sel manusia ini bisa berasal dari sel kanker (contoh: Hela cell line berasal dari sel kanker seorang pasien wanita Henrietta Lacks) atau sel janin yang sebelumnya telah meninggal di rahim sang ibu. Janin yang meninggal di rahim memang harus dikuret, sebab jika tidak dia akan menjadi racun bagi rahim dan ibunya. Dengan persetujuan keluarga serta di bawah pengawasan Komite Etik para ilmuwan melakukan percobaan kultur jaringan dari sel-sel janin yang telah dikuret itu. Sel-sel ini disemai di media khusus di laboratorium sehingga diperoleh sel abadi, yang selalu membelah diri, tidak bisa mati dan terjaga konsistensi sifatnya.
Berbeda dengan sel-sel kanker, sel diploid janin manusia memiliki jumlah kromosom yang sama seperti sel-sel normal manusia. Pada tahun 1960-an rubella kongenital yaitu infeksi virus rubella pada wanita hamil menyebabkan banyak janin yang mati dalam kandungan. Pada tahun 1961 di Amerika Serikat, ada janin perempuan berumur 3 bulan yang diserang oleh virus rubella, janin ini kemudian meninggal di rahim ibunya. Janin kemudian dikuret dan atas persetujuan semua pihak digunakan untuk mengetahui rubella kongenital dan mendapatkan cell line yang tepat untuk media
virus rubella. Dari sel-sel di paru-paru janin diperoleh strain cell WI-38 yang sangat cocok untuk mengembangbiakkan rubella. Sementara itu pada tahun 1965, di Inggris juga diperoleh strain cell WRC-5 dari paru-paru janin laki-laki berusia 14 minggu yang meninggal di rahim akibat rubella kongenital. Dari kedua strain cell ini, WI-38 dan WRC-5, berhasil dibuat vaksin rubella dengan tingkat efektifitas 95% untuk mencegah kematian dan kecacatan janin akibat rubella kongenital. Strain cell ini juga digunakan untuk membuat vaksin hepatitis A, varicella, zoster, rabies dan adenovirus.
Hingga saat ini saya tidak menemukan adanya vaksin yang dibuat dari SEL babi atau DNA babi.
Jadi, yang saat ini digunakan untuk membuat vaksin di pabrik vaksin adalah sel vero, sel MDCK, sel WI-38 dan MRC-5 ini. Bukan janin-janin atau kera-kera atau anjing-anjing dibunuh setiap hari untuk membuat vaksin. Dan, usia sel-sel inipun sudah jauh lebih tua daripada saya, usia mereka sudah 40 tahun lebih dan mereka hidup terjaga kemurniannya di laboratorium. Pihak gereja Katholik pun akhirnya memberikan ijin atas penggunaan vaksin-vaksin ini. Kabar baiknya saat ini Biofarma berhasil mengembangkan media dari sel tumbuhan jagung, sehingga kita tidak perlu khawatir lagi.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/early-tissue-and-cell-cu… http://www.historyofvaccines.org/…/human-cell-strains-vacci… http://www.facebook.com/notes/umm-hamzah/kaitan-janin-manusia-dengan-vaksin/496772767709 http://www.cogforlife.org/vaticanresponse.pdf
Q: Apakah vaksin menyebabkan kanker?
Sebagai manusia saat kita mendengar kata “kanker” tentu saja takut ya, karena langsung terbayang penyakit yang berat.
Kanker telah lama dikenal dalam sejarah manusia. Kanker payudara telah tercatat di lembaran papirus bangsa Mesir pada tahun 3000 SM. Hippocrates yang hidup pada tahun 460 – 370 SM juga telah menjelaskan tentang penyakit ini. Celcus, ilmuwan Yunani, yang hidup antara tahun 25 SM – 50 M juga telah membuat catatan tentang kanker. Istilah kanker sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya kepiting. Insidensi (kejadian) kanker sendiri meningkat semakin banyak pada tahun 1930 – 1990. Kematian dengan penyebab kanker yang cukup banyak ini akhirnya mulai dicatat secara khusus oleh biro statistika Amerika Serikat pada tahun 1930.
Vaksinasi sendiri baru digalakkan oleh WHO pada 1 Januari 1967 untuk menanggulangi wabah cacar variola (smallpox) yang menyebabkan kematian 35% penderita cacar variola dan sisanya buta atau mengalami kerusakan kulit yang sangat parah. Nah, sangatlah tidak mungkin vaksinasi menyebabkan kanker karena kanker sudah banyak bermunculan ribuan tahun sebelum program vaksinasi digalakkan di dunia.
Kanker sendiri penyebabnya ada dua, yaitu genetik (faktor bawaan) dan lingkungan. Faktor lingkungan sendiri salah satunya adalah infeksi. Justru vaksinasi terbukti bisa menyelamatkan dari kanker, seperti vaksinasi hepatitis B sesaat setelah bayi baru lahir akan mencegah terjadinya kanker hati saat bayi dewasa. Infeksi virus hepatitis B yang diderita sejak bayi 90% akan mengakibatkan hepatitis kronis yang merupakan penyebab terjadinya sirosis. Sebanyak 50% kasus sirosis akan berkembang menjadi kanker ganas pada liver.
Pada tahun 2012, di depan konferensi asosiasi peneliti kanker Amerika dipresentasikan makalah yang sangat menarik tentang pemberian vaksin pada anak dengan kanker otak ganas membantu anak memberikan respons bagus terhadap perbaikan penyakitnya. Sel imun anak yang mendapat vaksin tampak bereaksi sangat baik terhadap sel kanker di otak. Hal ini tentu saja sangat
bertentangan dengan isu yang mengatakan vaksin mengakibatkan kanker, karena justru yang terjadi adalah vaksin membantu sel imun memusnahkan sel kanker.
Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlinepl…/news/fullstory_123678.html
Kumar et al. 2008. Robbins Basic Pathology, 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
Fauci et al. 2008. Harrisons: Principples of Internal Medicine, 17th edition. McGraw-Hills companies
Goldman et al. 2007. Cecil Medicine, 23th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
Casiato, Dennis A. 2004. Manual of Clinical Oncology, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. http://en.wikipedia.org/wiki/Cancer
Q: Benarkah vaksin menyebabkan HIV?
HIV adalah penyakit yang snagat mengerikan. Pada tahun 1981 saat pertama kali ditemukan penyakit HIV AIDS pada kaum homoseksual kemudian pecandu penyalahgunaan obat, orang bertanya-tanya darimanakah asal penyakit yang mengerikan ini. Banyak isu spekulatif seputaran penyakit ini dan pada tahun 1990-an salah satu yang dicurigai adalah vaksin polio oral sebagai penyebar penyakit ini. Pada tahun 1950-an para ilmuwan mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk memperoleh media pertumbuhan virus. Salah satunya dr. Hilary Koprowski yang mengembangkan cell line berasal dari kera macaque. Cell line tersebut diduga tercemar oleh virus SIV (simian immunodeficiency virus) yaitu virus menyerang simpanse.
Pada tahun 1992 majalah The Rolling Stone menampilkan artikel yang mendiskusikan kemungkinan vaksin polio Koprowski sebagai sumber penyebaran HIV yang akhirnya mengakibatkan munculnya AIDS. Dokter Koprowski menggugat The Rolling Stone dan si penulis artikel sehingga pada December 1993, majalah The Rolling Stone membuat permintaan maaf dan klarifikasi atas pemberitaan tidak benar yang mencemarkan nama dokter Koprowski.
Artikel tersebut bermula dari seorang jurnalis yang bernama Edward Hooper menulis sebuah buku yang berjudul “The River: A Journey to the Source of HIV and AIDS” pada tahun 1999. Hooper menuduh bahwa cell line yang digunakan untuk pengembangan vaksin polio itu berasal dari sel ginjal simpanse yang terinfeksi SIV. Untuk meredam kehebohan yang terjadi, dilakukanlah penyelidikan yang mendalam dan hasilnya dibuktikan bahwa teori Hooper ini tidak benar:
* Dilakukan pemeriksaan terhadap sisa vaksin yang digunakan dan tidak terbukti adanya kontaminasi virus SIV pada vaksin.
* Cell line yang digunakan untuk memproduksi vaksin berasal dari kera, bukan simpanse. Spesiesnya asal cell line-nya saja jelas berbeda. Setiap virus memiliki sel target yang spesifik. Beda spesies berbeda jenis selnya sehingga si virus SIV tidak bisa menginfeksi sel tersebut.
* Strain virus SIV ini secara genetika sangat berbeda dengan strain virus HIV yang terdapat di daerah tersebut.
Tulisan Hooper ini menyebabkan maraknya teori konspirasi terkait HIV dan vaksin polio, terutama di Afrika. Isu adanya virus HIV dan obat yang mengakibatkan steril pada vaksin polio menyebabkan banyak yang menolak vaksinasi polio di Afrika. Akibatnya kejadian polio di Afrika tetap tinggi.
Ada 2 jenis virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2, yang paling banyak ditemui di seluruh dunia adalah virus HIV-1. Virus HIV-2 banyak ditemukan di Afrika. Virus HIV ini memang diperkirakan berkembang dari virus yang dahulunya menginfeksi simpanse (cross-species infection). Kemungkinan terjadinya infeksi silang antar-spesies karena telah terjadi kontak langsung antara manusia dengan simpanse yang terinfeksi yang menghasilkan mutasi genetik munculnya virus HIV.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/debunked-polio-vaccine-a…
Fauci et al. 2008. Harrisons: Principples of Internal Medicine, 17th edition. McGraw-Hills companies
Brooks et al. 2007. Jawetz, Melnick & Adelberg Medical Microbiology. 24th edition. McGraw-Hills companies.
Fields et al. 2001. Field’s Virology. 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Q: Benarkah vaksin adalah konspirasi Yahudi untuk melumpuhkan generasi lain? Benarkah vaksin digunakan sebagai senjata biologis pemusnahan massal?
Sejak WHO mencanangkan program imunisasi untuk eradikasi penyakit infeksi berbahaya hampir semua negara mewajibkan imunisasi untuk semua bayi yang lahir di daerahnya. Ada 194 negara yang memiliki program imunisasi. Beberapa negara menggunakan kelengkapan jadwal imunisasi sebagai persyaratan masuk sekolah. Di Arab Saudi dan beberapa negara timur tengah kelengkapan imunisasi dijadikan syarat untuk bersekolah dan mengambil akta kelahiran.
Program imunisasi wajib di masing-masing negara berbeda bergantung pada sebaran penyakit yang ada. Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, vaksin BCG tidak ada karena mereka telah berhasil mengeradikasi TBC sebelum arus globalisasi meningkat seperti dewasa ini. Di Belanda memang aturan diperlonggar dengan alasan menghormati hak asasi para penganut anti-vaksin. Di Inggris jika anak yang tidak divaksinasi sakit dan menularkan penyakit ke teman-teman mereka di sekolah maka orang tua si anak akan dipenjara.
Lalu apa kabar negara yahudi israel yang sering dituduh makar vaksinasi? Israel memiliki program vaksinasi yang sangat lengkap dan berhasil dengan angka cakupan sangat tinggi untuk bayi baru lahir hingga anak usia 13 tahun. Dari artikel yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan dan dirilis di jurnal ini diperoleh data cakupan imunisasi di israel > 90% semua, yaitu sebagai berikut DTaP-IPV-Hib4 (all 93%), HBV3 (96%), MMR1 (94%), and HAV1 (90%). Sebanyak 93% bayi mendapat vaksin difteri, tetanus, pertusis, polio dan hemofilus influenzae B; sebanyak 96% bayi mendapat vaksin hepatitis B; sebanyak 94% bayi mendapat vaksin campak, gondongan dan rubella; dan sebanyak 90% bayi mendapat vaksin hepatitis A. Pada tahun 2009 mereka memulai program vaksinasi pneumokokus, pada tahun 2010 mereka memulai vaksinasi rotavirus dan pada tahun 2011 mereka memulai vaksinasi human papilloma virus untuk anti kanker leher rahim (serviks). Kenapa angkanya tidak 100%? Karena pada bayi dengan penyakit tertentu seperti defisiensi sistem imunitas, kanker atau penyakit darah ada yang sebaiknya vaksinasi ditunda terlebih dahulu.
Jika vaksin mengandung racun, zat berbahaya dan berpotensi membuat mandul, cacat atau mematikan generasi penerus, maka tidak akan mungkin israel menyediakan program vaksinasi yang super lengkap seperti di atas untuk semua bayi sehat yang lahir di negara tersebut. Kabar baiknya adalah pejuang Muslim Palestina juga memvaksin anak-anaknya agar tumbuh menjadi generasi yang sehat tidak kalah dengan bayi-bayi yahudi di Israel. Muslim Mesir tanah tempat kelahiran pejuang-pejuang tangguh yang berani menolong saudaranya di Gaza juga memiliki vaksin wajib yang ditaati oleh warga negaranya.
Jika di dalam vaksin terdapat obat kemandulan buktinya yang terjadi di Indonesia, negara-negara berkembang dan dunia jumlah penduduk terjadi sangat pesat.
Sumber:
Vaksinasi di israel: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm http://www.google.co.id/url… Vaksinasi di Palestina: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19554974
Vaksinasi di Mesir: http://apps.who.int/…/globalsumma…/countryprofileresult.cfm…
Vaksinasi di Saudi Arabia: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Vaksinasi di Amerika: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Vaksinasi di Inggris: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Q: Apakah vaksin menyebabkan anak lumpuh dan meninggal setelah divaksin?
KIPI adalah kejadian ikutan pasca imunisasi. Biasanya setelah diimunisasi bisa timbul demam, kemerahan atau bengkak di tempat penyuntikan, rewel, dan lain sebagainya sesuai jenis vaksin. Sebagian besar keluhan ini akan menghilang 3 – 4 hari pasca imunisasi. Semua KIPI memang sebaiknya dilaporkan untuk kepentingan surveilans imunisasi.
KIPI berat seperti lumpuh setelah diimunisasi atau meninggal setelah diimunisasi akan diselidiki dengan sangat serius oleh dinas kesehatan dan pihak yang berwajib dengan melibatkan banyak ahli seperti ahli forensik, ahli darah, ahli bedah, ahli anak, ahli penyakit dalam, ahli vaksin, ahli hukum, kepolisian dan banyak ahli lainnya. Tenaga kesehatan yang terlibat juga dikenai status tahanan rumah atau kota. Kasus ini biasanya akan mencuat di media massa yang tentu saja dengan pemberitaan yang tidak seimbang, selalu pihak pemerintah yang disudutkan. Sangat sering kasus yang ada tidak disertai dengan pemberitaan klarifikasi dari dinas kesehatan terkait.
Contoh kasus berikut ini, bayi A meninggal sehari setelah vaksin BCG, setelah diselidiki ternyata bayi sudah sakit infeksi berat sebelumnya dan meninggal akibat sepsis (keracunan darah), tapi jika membaca beritanya memang sangat berat sebelah. Kisah lain, yaitu SB yang lumpuh setelah divaksin polio setelah disidang di Polda Metro Jaya lalu diselidiki ternyata SB ini adalah penderita TBC tulang belakang yang sudah berat. Di Jawa Barat anak lumpuh karena polio setelah diselidiki ternyata dia terkena virus polio liar, bukan virus polio dari vaksin. Sebagian besar kasus KIPI yang dilaporkan bisa ditangani secara tuntas, hanya saja masyarakat tidak mengikuti kasus hingga akhir. Jika ada yang tidak ditangani, maka kemungkinan besar karena kasus tidak dilaporkan.
Kasus KIPI perlu diselidiki apakah itu disebabkan karena vaksinasi atau coincidental. Concidental ini adalah berbarengan ditakdirkan muncul bersamaan dengan vaksinasi, seperti contoh ketiga kasus di atas yang seteah diselidiki ternyata penyebabnya adalah karena penyakit lain. Jika karena vaksinasi, maka akan diselidiki apakah karena kesalahan dalam vaksin (vaccine error), kesalahan pelaksanaan imunisasi (programme error), atau reaksi terkait penyuntikan.
Semua kasus KIPI akan mendapatkan penanganan dan kompensasi dari pemerintah, orang tua bisa menuntut negara atas kejadian ini. KIPI vaksin polio oral yang paling berat adalah kelumpuhan, kejadiannya 1 : 2,5 juta – 3 juta dosis. Kasus ini biasanya terjadi pada anak dengan penyakit kelainan darah dan gangguan imunitas tubuh. Adalah John Salamone, seorang orang tua yang luar biasa dari seorang anak yang terkena KIPI vaksin polio oral. Anaknya mengalami sindroma paralisis setelah mendapat vaksin polio, namun alih-alih memilih menjadi aktivis gerakan antivaksin beliau lebih memilih untuk mendorong pemerintah (American Academy of Pediatrics dan the CDC) untuk mengganti vaksin polio oral dengan vaksin polio injeksi. Dan beliau berhasil, pada tahun 1996 pemerintah Amerika mengganti vaksin polio dengan jenis lain yang lebih aman meskipun itu berarti pemerintah mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk vaksin ini.
Kejadian KIPI yang berbahaya ini relatif sedikit, dan tidak ada orang yang menginginkannya. Apalagi pihak tenaga kesehatan, jika sampai terjadi KIPI berat mereka juga akan diusut oleh pihak berwajib. Dibandingkan resiko tingkat kecacatan, biaya perawatan dan kematian yang tinggi akibat penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin maka sebaiknya tetap melakukan vaksinasi yang merupakan salah satu ikhtiar terbaik untuk menghindari penyakit tersebut.
Sumber: http://www.immune.org.nz/adverse-events-following-immunisat… http://www.historyofvaccines.org/…/vaccine-injury-compensat… http://www.time.com/t…/health/article/0,8599,2053517,00.html http://www.ykai.org/index.php… http://lampung.tribunnews.com/…/kematian-bayi-azzam-masih-j…
Q: Benarkah vaksin akan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit?
Isu ini berkembang akibat adanya suntikan vaksin combo, yaitu dalam 1 suntikan terdapat > 2 jenis antigen (vaksin).
Beberapa pihak menantang untuk diadakan penelitian yang membandingkan kualitas anak yang divaksin dengan anak yang tidak divaksin. Jika ada dua kelompok anak (divaksin vs tidak divaksin) kemudian ditempatkan di ruangan dengan penyakit polio, TBC, pertusis, difteri, campak, dan lainnya, hal ini tidak etis karena menempatkan posisi anak yang tidak memiliki kekebalan tubuh dalam zona bahaya. Penelitian semacam ini tidak akan pernah lolos mendapatkan ijin dari Komite Etik. Setiap penelitian yang dilakukan seorang akademisi itu wajib dibawah koridor etika keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan dan diawasi oleh Komite Etik yang terdiri dari para ahli.
Namun, ada penelitian yang menarik yang dilakukan di Jerman yang membandingkan kualitas kesehatan anak yang mendapat vaksin dengan anak yang tidak divaksin dengan sampel penelitian 13.453 anak. Penelitian ini diterbitkan di jurnal Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2011; 108(7): 99–104. Hasilnya? Ternyata penyakit infeksi yang tidak spesifik seperti batuk pilek dan penyakit alergi kejadiannya sama pada kedua kelompok. Pada kelompok anak yang tidak divaksin terdapat kejadian penyakit infeksi tidak spesifik dan penyakit alergi.
Vaksin adalah ikhtiar untuk membentuk kekebalan spesifik seperti vaksin polio untuk penyakit polio. Pada penelitian tersebut hasilnya ternyata mendukung keamanan vaksin karena anak-anak yang tidak divaksin tiga kali lebih banyak menderita penyakit campak, gondongan, rubella dan pertusis dibandingan anak yang divaksin. Sebagai informasi di Jerman sudah tidak pernah ditemukan kasus lokal TBC dan polio.
Jadi, isu bahwa vaksin merusak sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit itu tidak benar, karena pada anak yang tidak mendapat vaksin pun juga dijumpai kasus infeksi tidak spesifik seperti batuk pilek dan serta penyakit alergi.
Sumber: http://www.vaccinetimes.com/the-vaccinated-vs-unvaccinated…/ http://www.sciencebasedmedicine.org/…/the-perils-and-pitfa…/
Q: Jangan dengarkan nasehat dokter, mereka dibayar sama pabrik vaksin! Benarkah?
Program vaksinasi yang berhasil adalah vaksinasi cacar variola (smallpox). Penyakit ini sangat menular. Penularan penyakit melalui udara pernafasan, jadi tidak perlu bersentuhan dengan penderita sudah bisa tertular. Jika sampai sakit, efek yang paling ringan adalah wajah menjadi buruk rupa permanen; efek moderat adalah hidup dengan wajah buruk rupa + buta; dan sebanyak 30 - 35% penderita variola langsung meninggal dunia.
Hidup di jaman serba susah seperti ini segalanya memang seolah-olah berkiblat pada uang. Memang budaya neokapitalisme telah menjamur berurat berakar dimana-mana, termasuk di fasilitas kesehatan. Bisnis kesehatan adalah bisnis dengan omzet yang besar. Mari kita berhitung, lebih menguntungkan mana sih dokter mau capek-capek sosialisasi pentingnya vaksinasi agar penyakit musnah (eradikasi) seperti smallpox atau merawat pasien yang sakit macam difteri, pertusis, campak, tetanus, TBC, meningitis, polio itu?
Jika dokter berdagang vaksin paling keuntungannya hanya beberapa puluh ribu hingga ratusan ribu.
Jika dapat pasien difteri, pertusis, campak dan lainnya kira-kira untung berapa ya? Pasien ini adalah kategori pasien sangat menular sehingga harus dirawat di ruang khusus, dengan barang-barang sekali pakai termasuk kasur, bantal, selimut; dengan perawat khusus, belum lagi obat-obatan dan diet khusus. Pasien difteri atau pertusis biasanya dirawat selama 2 minggu. Biaya perawatan sehari bisa mencapai minimal 2 juta, jadi 2 juta x 14 hari = 28 juta! Pernah ada pasien difteri sehari habis 2,5 juta dan dirawat 2 minggu. Dokter dan nakes yang merawat pasien infeksius seperti di balai pengobatan penyakit paru atau rumah sakit khusus infeksi biasanya mendapatkan komisi tambahan sebagai pengganti risiko tertular.
Pasien tetanus dan meningitis biasanya dirawat di Intensive Care Unit. Dulu bayi saya waktu lahir kakinya agak kebiruan sehingga dirawat di NICU. Di NICU bayar 3 juta/hari, itupun Al hamdu lillah bayi saya hanya nebeng pake oksigen. Nah, pasien tetanus dan meningitis bisa lebih dari 1 bulan perawatannya, obat-obatan yang digunakan luar biasa mahal. Jika sembuh dalam 1 bulan saja, maka 3 juta x 30 hari = 90 juta!
Pasien polio lebih parah lagi, selain di rawat secara intensive di ruang isolasi mereka harus rajin fisioterapi agar kelumpuhan yang di derita tidak begitu parah dan kaki mereka tidak bengkok. Asumsi perawatan seperti pasien difteri 2 juta x 14 hari = 28 juta ditambah biaya fisioterapi rutin yang sekali fisioterapi 100 ribu minimal 1 kali seminggu dan pembelian peralatan fisioterapi hingga 1 tahun, berapa kira-kira dana yang diberikan ke rumah sakit?
Pasien hepatitis B jika sampai terjadi hepatitis kronis harus konsumsi obat secara rutin hingga DNA virus hepatitis B menurun, 1 butir obatnya jaman saya masih sekolah dulu harganya 200 ribu. Jika terkena sirosis seperti pak mentri harus cangkok liver di China konon membutuhkan dana 2 milyar. Jika terkena kanker hati, kemungkinan tertolong kecil karena hepatocellular carcinoma ini sangat ganas. Kanker hati akibat bayi terlahir dari ibu yang positif hepatitis B biasanya akan muncul saat anak berusia 20-an tahun.
Untuk pabrik vaksin? Jika program vaksinasi berhasil seperti program vaksinasi smallpox dari tahun 1967 – 1979 menghasilkan smallpox yang musnah (eradikasi), vaksin smallpox tidak dibutuhkan lagi jadi perusahaan vaksin gulung tikar. Untuk saat ini wabah polio, difteri, campak, pertusis muncul lagi akibat aksi menolak vaksinasi yang marak di beberapa daerah. Jadi bisa dipastikan perusahaan vaksin akan tetap berproduksi hingga 20 tahun ke depan. Jika terjadi wabah seperti polio di Jawa Barat tahun 2005 kemarin dan tetanus saat gempa Jogja yang lalu perusahaan vaksin kembali banjir order untuk vaksinasi tambahan, maka semakin banyak penyakit semakin untung bagi pabrik vaksin. Tapi, jika penyakit musnah maka vaksin tidak diproduksi lagi sehingga perusahaan rugi besar.
Jadi, bagi perusahaan vaksin dan dokter kira-kira lebih untung yang mana ya?
Q: Buat apa vaksinasi, toh wabah sudah tidak pernah terjadi lagi
Wabah sudah ada dari jaman dahulu, pada masa Rosululloh pun juga terjadi wabah oleh karena itu ada hadits berkenaan dengan wabah dan penyakit menular. Sahabat agung Abu Ubaidah ibnul jarrah, meninggal karena wabah tha'un di syam. Beliau kita yakin pasti menjaga diri, baik makanan yang tahyyib dan halal, zaman itu belum ada MSG dan pengawet dan amalnya insyaAllah baik karena beliau adalah "amin hadzihil ummah"/ kepercayaan umat ini dan telah di jamin masuk surga. http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/permalink/332790380128792/
Vaksinasi, sebagaimana teknologi buatan manusia lainnya, memang tidak 100% aman dan 100% efektif. Namun hingga saat ini vaksinasi adalah teknologi di dunia kesehatan yang terbaik sebagai ikhtiar untuk memusnahkan (eradikasi) penyakit infeksi.
Fungsi vaksinasi untuk individu adalah membentuk sel memori spesifik (polio ya untuk polio) yang berumur panjang. Sel memori ini fungsinya sebagai provokator, jika suatu saat ada musuh masuk dia akan memprovokatori kerja sistem imun dan membentuk antibodi dalam waktu jauh lebih cepat daripada anak yang tidak memiliki sel memori. Kebetulan musuh-musuhnya itu jenis kuman yang ganas, yang jika tidak segera ada antibodi mereka akan memporakporandakan tubuh. Saat kita beri sel memori melalui vaksinasi ibaratnya kita bekali anak kita yang mau maju perang dengan detektor musuh dan rudal jelajah, tentu saat perang akan lebih menang daripada anak yang telanjang tangan (tidak bersenjata-red). Jadi saat wabah datang anak yang divaksinasi lengkap sesuai jadwal dan booster biasanya akan tidak sakit, jika sakit pun hanya gejala ringan.
Fungsi vaksinasi untuk masyarakat adalah membentuk kekebalan imunitas (herd immunity) dan pemusnahan kuman (eradikasi). Cacar variola dinyatakan musnah pada tahun 1980 karena 67% penduduk di seluruh dunia mau divaksin variola. Vaksinasi bukanlah teknologi dengan jaminan 100%, oleh sebab itu, cakupan vaksinasi diharapkan > 90% artinya harus lebih 90% warga mau divaksin agar tercapai kekebalan komunitas sehingga penyakit bisa musnah (eradikasi). http://panjifh.wordpress.com/…/dinamika-penyakit-menular-a…/
Benarkah saat ini wabah sudah tidak ada? Karena banyaknya provokasi isu menakutkan tentang vaksinasi, banyak orang memutuskan untuk tidak memvaksin anak-anaknya sehingga herd immunity rusak. Saat ini banyak wabah kembali bermunculan. Bahkan Bordatella pertusis pun bangkit dari kuburnya.
Pada tahun 2005, sebanyak 302 anak-anak Indonesia yang belum divaksinasi lumpuh akibat terserang virus polio. Selama 10 tahun sebelumnya kasus polio sudah tidak ditemukan lagi di Indonesia, namun kemudian muncul KLB di Jawa Barat. http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3189.html
Sepanjang tahun 2011 ini jumlah kasus difteri yang terjadi di Jawa Timur ada sekitar 328 orang dan yang meninggal jumlahnya 11 orang. Diduga wabah ini terjadi karena banyak bayi yang tidak mendapatkan imunisasi DPT (difteri, pertusis/batuk rejan dan tetanus). Dari penyelidikan yang terkena adalah anak yang belum divaksinasi dan anak yang divaksin namun tidak lengkap. Jadi karena isu menakutkan terkait vaksinasi banyak orang tua yang tidak meneruskan pemberian vaksin ke anak. Jika vaksinasi tidak lengkap tentu saja perlindungannya pun tidak terbentuk optimal. http://chirpstory.com/li/7999 http://health.detik.com/…/wabah-difteri-di-jatim-diduga-aki… http://www.republika.co.id/…/lt11g9-wabah-difteri-menyerang…
Indonesia terletak di ring of fire (cincin gunung api aktif) dan pertemuan 3 lempeng benua, masih teringat jelas kejadian tsunami Aceh dan gempa Jogja-Jateng lalu. Sistem penanggulangan bencana belum siap untuk mengatasi bencana saat itu. Di Jogja ribuan orang meninggal dan sangat banyak yang terluka seperti kulit dan daging terkoyak atau patah tulang. Saat itu rumah sakit setempat yang juga porak-poranda terkena dampak gempa kehabisan cairan antiseptik dan benang untuk menjahit sehingga pasien terpaksa dijahit menggunakan benang jahit pakaian. Banyak tetanus yang terjadi, terutama kelompok usia lanjut yang belum pernah mendapat vaksin tetanus. Mereka saat itu meninggal bukan karena gempa melainkan karena tetanus pasca terluka akibat gempa. Saat itu guna mencegah perluasan kasus tetanus Menkes mengirim 400.000 vaksin tetanus ke Jogja dan sekitarnya. Begitu sering bencana alam besar melanda negri indah ini, jadi kita sama sekali tidak tahu apa yang terjadi nanti. http://news.detik.com/…/3-korban-bencana-gempa-tewas-karena… http://www.metrotvnews.com/…/Korban-Tsunami-Tewas-Karena-Te…
Jangan terkecoh dengan berita-berita menakutkan, dunia semakin tua dan permasalahan semakin pelik. Banyak pihak demi kepentingan pribadi menggunakan kampanye hitam anti-vaksinasi. Gerakan ini mendunia. Kenapa vaksin yang dijadikan kambing hitam? Menurut teori konspirasi ala saya yang maniak komik detektif ini (halah), selama ini timbul persepsi berlebihan di masyarakat bahwa vaksin akan “memberi perlindungan terhadap penyakit seumur hidup”. Nah, jika vaksin digembar-gemborkan mengandung bahaya bagi kemanusiaan maka otomatis para orang tua akan menolak vaksin. Orang tua akan galau, mereka butuh “sesuatu-pengganti-vaksin” yang akan memberikan perlindungan bagi anak-anak mereka. Kemudian tiba-tiba ada yang muncul menawarkan solusi pake ini, pake itu, beli ini, beli itu, pelatihan begini, pelatihan begitu dan lain sebagainya.
Kesimpulannya:
Vaksinasi itu mubah dalam agama Islam dan sangat dianjurkan oleh pemerintah dan WHO.
Tidak vaksinasi juga boleh.
Namun, tidak vaksinasi lalu menjadi provokator menakut-nakuti masyarakat awam dengan ilmu yang salah itu yang tidak benar.
Al hamdu lillah, tuntas sudah kebimbangan kami. Semoga ringkasan tulisan dari data-data yang telah kami peroleh ini bisa membantu para orang tua yang juga bimbang seperti kami.
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Tafsir ayat di atas:
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka [menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan mengembalikan perkara tersebut kepada Rasulullah dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu
cendikiawan, ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya Dan jika mereka melihat tidak ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Allaahu a'lam bish-showwab
Sekilas info :
Olieve Indri Leksmana menulis catatan baru: Vaksinasi Rekomendasi IDAI
2014 & Permenkes RI 42/2013 .
Vaksinasi di Posyandu --> Gratis karena 100% disubsidi pemerintah. Jadwal
imunisasi ini mengikuti aturan UCI (Universal Child Immunization) - yang
tujuannya mengejar cakupan imunisasi sesegera mungkin, 5 vaksin (dasar)
sebelum anak berusia 1 tahun
Hepatitis B: diberikan saat lahir (dg uniject), umur 2, 3, 4 bulan (bersamaan
dengan DTP Combo), harus diberikan dalam 12 jam pertama. Aman diberikan
pada semua bayi di atas 1.500 gram. (dulu batasnya berat lahir 2.000
gram).
Polio oral: diberikan saat lahir (pulang dari Rumah Sakit), umur 2,3,4 bulan
BCG: diberikan saat usia 1 bulan
DTP Combo Hepatitis B: diberikan umur 2, 3, 4 bulan
Campak: diberikan pada usia 9 bulan
Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan jadwal imunisasi (vaksinasi)
lengkap untuk anak Indonesia, tidak hanya terbatas pada vaksin gratis di
atas, namun diperluas banyak vaksin lainnya. Sifatnya wajib, tidak lagi
“dianjurkan”, karena setiap anak Indonesia punya HAK untuk sehat dan kebal
terhadap penyakit2 di bawah ini. Karena tidak (belum) disubsidi pemerintah
maka orang tua harus membayar untuk mendapatkan vaksin ini.
HIB (Hemophyllus influenza tipe B) Diberikan pada 2, 4, 6, 15-18 bulan
(total 4 kali vaksinasi). Mencegah radang paru (pneumonia), radang telinga
tengah (otitis media) yang berisiko tuli konduksi pada anak, epiglotitis,
radang selaput otak (meningitis) yang bila berkomplikasi menjadi ensefalitis
(radang otak) menyebabkan kematian/cacat otak. Contoh merek vaksin:
Hiberix
PCV (Pneumokokus) . Diberikan pada usia 2, 4, 6, 12-15 bulan (total 4 kali
pemberian vaksinasi). Spektrum penyakit yang bisa dicegah sama dengan
HIB (meningitis, pneumonia) ditambah mencegah bakteremia/sepsis (yaitu
infeksi berat bakteri dalam darah).
Rotavirus Mencegah spektrum penyakit karena virus rota berupa diare
rotavirus, meningitis dan miokarditis karena rotavirus. Efektif diberikan sedini
mungkin, namun tidak efektif pada anak di atas usia 1 tahun. Mencegah
diare pada usia balita. Diberikan pada usia 2 bulan dan 4 bulan (rotarix –
Glaxo), atau 2,4,6 bulan (rotate – MSD)
Influenza Mencegah spectrum influenza pada bayi dan anak, dan mengurangi
frekuensi dan beratnya common cold (selesma) yang disebabkan rhinovirus.
Diberikan mulai umur 6 bulan sampai usia dewasa, satu kali setahun
MMR Mencegah Measles (campak), Mumps (gondongan/parotitis/bof),
Rubella (campak Jerman). Diberikan pada usia 15 bulan dan 5-6 tahun (total
2 kali pemberian). Tidak terbukti menyebabkan anak autis.
Tifoid . Mencegah demam tifoid, diberikan mulai anak berusia 2 tahun,
diulang setiap 3 tahun
Hepatitis A Mencegah hepatitis A akut. Diberikan mulai usia 2 tahun,
diberikan 2 kali, dengan interval 6-12 bulan (jarak vaksin berikutnya).
Varisela - Memberikan perlindungan seumur hidup terhadap virus varisela
zoster (termasuk mencegah Herpes Zoster) dengan 1 kali pemberian vaksin
mulai anak usia 1 tahun.
HPV (Human Papilloma Virus) – hanya pada perempuan mulai usia 10
tahun ke atas. Mencegah kanker cervix (kanker leher rahim). Diberikan 3 kali
dengan interval 1 bulan, dan 6 bulan.
IDAI juga merekomendasikan booster vaksin yang di Posyandu agar kadar
immunoglobulin tetap berada pada level protektif (sudah di luar program
Posyandu juga).
Polio perlu ulangan pada 18-24 bulan dan 6 tahun
DTP perlu diulang pada 18-24 bulan, 5 tahun, 10 tahun (Td) dan 18 tahun
(Td)
Campak diulang pada umur 24 bulan, 6 tahun. Jika anak sudah mendapat
vaksin MMR pada usia 15 bulan, campak 24 bulan tak usah diberikan
Jadwal baru IDAI sedikit berbeda dengan jadwal imunisasi di Posyandu -->
agar respons imun lebih baik
- BCG: dianjurkan di umur 0-2 bulan, namun paling optimal di usia 2 bulan
- Hepatitis B usia 1 bulan tetap diberikan
- DTP dan Polio : dianjurkan pada usia 2, 4, 6 bulan (selisih 2 bulan), bukan
di 2,3, 4 bulan. Setiap anak diharapkan mendapat minimal 1x vaksin polio
injeksi (biasanya gabungan dengan vaksin lain spt Infanrix HIB yang berisi
Polio injeksi, HIB, dan DTP yang tak panas).
Khusus pada bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B
- Perlu sekali diberikan Imunoglobulin Hepatitis B (Hyperhep-B) sebagai
“pembunuh” virus yang siap tempur untuk mematikan virus hepatitis yang
sudah masuk ke bayi (penularan via cairan tubuh: darah, lendir vagina,
ketuban, keringat, dan ASI). Berikan sedini mungkin < 48 jam pertama
sesudah bayi lahir agar efektif (sembari diberikan vaksin hepatitis B program
pemerintah).
- Vaksin hepatitis B umur 1 bulan harus tetap diberi, tidak menunggu DTP
Combo 2 bulan, agar imunitas segera terbentuk. Pada bayi prematur/berat
lahir < 2.000 gram pun tetap diberikan segera sesudah lahir, ulangan saat
bayi berat badan mencapai 2 kg, dan selanjutnya sesuai jadwal IDAI.
- Dengan 2 vaksinasi tadi (vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B)
akan memberikan perlindungan > 90% terhadap kemungkinan bayi terinfeksi
hepatitis B à yang berisiko tinggi menjadi kanker hati di usia remaja.
- Harga vaksin ini Rp 2,2 juta, hanya diberikan 1 kali
- Vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B, aman diberikan pada
semua bayi > 1.500 gram.
Pertanyaan yang sering ditanyakan:
1. Anak saya batuk pilek tapi ga demam, bolehkah imunisasi? - Boleh.
Sebetulnya demam ringanpun boleh imunisasi tapi takutnya akan rancu
dengan demam yg timbul akibat imunisasinya.
2. Anak saya ketinggalan imunisasi x nya, sekarang umur sekian, masih
bisa diberikan tidak? - Bisa. Hanya rotavirus yang harus selesai maksimal
usia 32 minggu utk rotateq, dan 24 minggu utk rotarix. Kedua vaksin
rotavirus harus sudah dimulai sebelum usia 14 minggu. Banyak vaksin lain
yg malah masih diberikan pad orang dewasa.Utk imunisasi campak yg
tertinggal, bila terlewat hingga usia lebih dari 1 tahun sebaiknya kejar
ketinggalan langsung dengan imunisasi MMR.
3. Saya ditawari vaksin x, pentingkah? - semua vaksin penting. Vaksin hanya
dibuat utk penyakit2 penting yg membahayakan karena angka kematiannya
atau angka kecacatannya tinggi. Penyakit ecek2 biarpun menyebalkan tidak
akan dibuat vaksinnya.
4. Kenapa utk penyakit2 berbahaya seperti penyakit x,y,z tidak ada
vaksinnya? - banyak penyakit berbahaya sedang diteliti vaksinnya, tp
seringkali kendalanya banyak. Jadi sabar saja, seandainya vaksinnya sudah
ditemukan pasti akan dilaunching ke masyarakat.
5. Saya dengar vaksin x punya efek samping yg berbahaya. Amankah
vaksin x? - penelitian terhadap vaksin bisa dibilang adlaah penelitian paling
mendalam terhadap suatu obat. Vaksin akan dilaunching kalau terbukti
efektif dan aman dalam penelitian sevelum dijual. Efek samping vaksin
kadang kala baru terlihat setelah dipakai oleh jutaan pemakai. Bila efek
samping tersebut berbahaya maka pasti vaksin tersebut ditarik dari
peredaran dan diteliti lagi hingga ditemukan vaksin yg lebih aman.
6. Bolehkah imunisasi dengan vaksin yg berbeda merk? - sebaiknya pakai
vaksin yg sama merknya, tapi berbagai vaksin sudah diteliti apakah bisa
berganti2 merk dan ternyata bisa dilakukan pergantian merk bila terpaksa
karena hasil penelitian mendapatkan hasil kadar antibodi yg masih adekuat
utk perlindungan walaupun tidak optimal. Sejauh ini yg masih tidak boleh
berbeda merk adalah imunisasi rotavirus dan pneumokokus.
7. Suntikan BCG anak saya tidak meninggalkan bekas. Haruskah diulang? -
bila yakin sudah disuntikkan dan kualitas vaksin yg dipakai memang masih
bagus maka tidak usah diulang.
8. Anak saya sudah terkena campak. Apakah masih perlu imunisasi
campak? - masih. Karena banyak penyakit dengan tampilan mirip campak
dan bahkan dokterpun sering tertipu. Jadi tetap berikan imunisasi campak
biarpun anak anda sudah terkena "campak".
Kini, anak-anak Indonesia akan lebih terlindungi dari ancaman penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), dengan ditambahkannya vaksin Haemophilus influenzaetype b (Hib) yang diberikan bersamaan dengan vaksin DPT dan Hepatitis B. Vaksin pengembangan vaksin tetravalen (DPT-HB) kombinasi buatan Indonesia ini disebut Pentavalen, karena merupakan gabungan dari 5 antigen, yaitu DPT(Difteri, Pertusis dan Tetanus), Hepatitis B, serta HiB. Kini, kelima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan sehingga menjadi lebih efisien, tidakmenambah jumlah suntikan pada anak sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi beserta ibunya.
Vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib) berisi suatu antigen yang dapat mencegah penyakit radang otak dan radang paru. Kedua penyakit inimerupakan penyebab 17,2% kematian pada bayi.Vaksin Hib akan diintegrasikan pada vaksin DPT-HB yang telah lebih dulu dikenal masyarakat.Seperti kita ketahui sebelumnya, vaksin hepatitisB (HB) bermanfaat untuk mencegah terjadinya kerusakan hati (kanker hati). Sementara vaksinDPT terdiri dari 3 antigen yang dapat melindungibayi/balita dari penyakit difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Sebelum vaksin difteri ditemukan, racun yang dikeluarkan oleh bakteripenyebab penyakit difteri dapat memicu terjadinya gagal jantung.Dengan digunakannya vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan BCG,maka program imunisasi yang semula diarahkanpada pencegahan 7 penyakit menular (Difteri,Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Tuberculosis padabayi, Polio dan Campak) bertambah menjadi 8 penyakit menular melalui penambahan antigenHaemophilus influenzae type b untuk mencegahPneumonia dan Meningitis pada anak.Dalam program imunisasi dasar lengkap (IDL)bayi yang baru lahir hingga berusia 7 haril angsung mendapatkan imunisasi Hepatitis B.Lalu, saat berusia 1 bulan, bayi memerlukanimunisasi polio dan BCG. Vaksin polio mencegahl umpuh layu sementara vaksin BCG mencegahtuberkulosis. Kemudian berturut-turut pada usia2, 3, dan 4 bulan, bayi mendapatkan lagi vaksinpolio bersamaan dengan pemberian vaksinPentavalen. Ketika bayi memasuki usia 9 bulan,imunisasi campak perlu diberikan. Antara usia 0hari hingga genap 1 tahun, bayi setidaknyadibawa sebanyak 5 kali ke fasilitas kesehatanuntuk melengkapi imunisasinya.Imunisasi tidak hanya memberikan kekebalan perorangan terhadap penyakit, melainkan juga membentuk kekebalan masyarakat. Pemberian imunisasi Polio misalnya, apabila terdapat satusaja anak yang tidak diimunisasi dan terinfeksi virus tersebut, maka ia berotensi besar untukmenularkan penyakit pada anak-anak lain yang belum memiliki kekebalan karena tidak diimunisasi. Karena itu, jika semua anak sudah mendapatkan imunisasi, maka tidak ada seorang anak pun yang akan menderita lumpuh layukarena terserang virus Polio.
Isu kehalalan vaksin dipertanyakan sebab adanya enzim tripsin babi yang digunakan sebagai katalisator.
Ibnul Qayyim berpendapat, “Sesungguhnya benda suci apabila berubah menjadi najis maka hukumnya najis, seperti air dan makanan apabila telah berubah menjadi air seni dan kotoran. Kalau benda suci bisa berubah najis, lantas bagaimana mungkin benda najis tidak bisa berubah menjadi suci? Allah telah mengeluarkan benda suci dari kotoran dan benda kotor dari suci. Benda asal bukanlah patokan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang. Mustahil benda tetap dihukumi najis padahal nama dan sifatnya telah tidak ada, padahal hukum itu mengikuti nama dan sifatnya.” [15]
Bisa kita ambil contoh benda yang tadinya halal menjadi haram seperti beras berubah menjadi sake atau makanan yang menjadi kotoran. Sementara itu contoh benda kotor menjadi halal seperti kotoran dan kencing binatang berubah menjadi biogas. Sifat benda sekarang yang menjadi patokan bukan benda asalnya.
Menanggapi penggunaan unsur babi dalam vaksin, ulama ada dua pendapat, yaitu:
1. Para ulama yang menganut madzhab Syafi’iyyah melarang penggunaan unsur dari babi, kapan pun dan dimana pun. Larangan ini berdasarkan al qur’an dalam ayat Q.S 2: 173, 5: 3, dll
2. Para ulama yang menganut madzhab hambaliyah tidak mempermasalahkan dengan berpedoman pada kaidah fiqih yang disebut ISTIHALAH, yaitu menghalalkan bahan yang semua haram karena telah berubah sifat. Enzim tripsin berbeda dengan daging babi, sehingga ulama-ulama tidak mempermasalahkannya.
Dalam salah satu kaidah fiqih disebutkan bahwa, "Mendapatkan manfaat yg lebih besar itu lebih utama utk dilakukan daripada meninggalkan madlorot yg lebih kecil." Contoh aplikasi kaidah ini adalah: Kasus ekstrim, dimana kita terdampar di sebuah pulau dan tdk ada makanan selain babi, maka kita diijinkan memakan babi tsb selama kita sekedar mempertahankan hidup, tidak menginginkannya, dan tidak melampaui batas. Jika ada bahan makanan lain, maka kita harus memilih yg lebih halal. Rujukan kasus darurat ini adalah QS. Al Baqoroh (2):173. Batasan darurat itu: a. Tidak ada bahan makanan yang lain b. Sekedar untuk menyambung hidup c. Tidak berlebihan, tidak menikmati, tidak menginginkannya d. Jika ditemukan bahan lain yang lebih halal, maka HARUS memilih yang lebih halal, dan bahan haram tadi HARUS ditinggalkan...
Ada kaidah begini: siapa yang percaya mutlak kepada sebab dia syirik, siapa yang tidak percaya mutlak kepada sebab dia kufur. Misal: orang yang percaya 100% bahwa vaksinasi PASTI melindungi anak dari penyakit lupa bahwa Allah lah yang menurunkan penyakit, sehingga tidak pernah berdoa kepada Allah minta
perlindungan dari penyakit (karena 100% mengandalkan vaksinasi) maka dia syirik. Sudah menuhankan vaksinasi. Sebaliknya: orang yang tidak mau berikhtiar sama sekali, termasuk tidak mau vaksinasi, tidak mau berobat, dll karena tidak percaya mutlak kepada sebab dan hanya bilang bahwa saya percaya akan takdir Allah, kalo ditakdirkan sakit ya pasti sakit, kalo sehat ya pasti sehat, sama dengan paham fatalistik, maka dia sudah kufur. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah [sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/238] dan Majelis Ulama Eropa [Disarikan dari http://www.islamfeqh.com/Forums.aspx?g=posts&t=203] memperbolehkan vaksinasi jika mengkhawatirkan tertimpa penyakit akibat wabah-wabah atau sebab lainnya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
Di Indonesia hanya ada 3 vaksin dengan tripsin babi yaitu meningitis, polio injeksi dan rotavirus. Sementara vaksin meningitis produksi China dan Italia telah mendapatkan label halal dari MUI. Untuk vaksin polio bisa dipilih polio oral (OPV) apalagi Indonesia belum dinyatakan bebas polio. Vaksin rotavirus bisa digunakan produksi Jepang yang menggunakan kelinci.
Proses pembuatan vaksin berbeda dari pembuatan obat puyer dimana semua bahan dicampur dalam satu wadah lalu digerus bersamaan sehinggi semua bahan tercampur. Proses pembuatan vaksin skala industri menggunakan industrial plants yang kompleks dan terintergrasi. Produksi vaksin meliputi tahap sebagai berikut:
a. Produksi seed (parent seed, master seed, dan working seed)
b. Fermentasi working seed
c. Isolasi antigen vaksin
d. Purifikasi (pemurnian) polisakarida vaksin.
Dalam setiap tahap bahan baku untuk tahap tertentu tidak akan bersinggungan dengan tahapan berikutnya.
Perlu untuk diketahui peranan tripsin babi sendiri di dalam vaksin. Sel bakteri yang digunakan untuk vaksin memiliki dinding berupa protein. Enzim tripsin babi hanya berfungsi sebagai gunting untuk memotong rantai panjang protein menjadi peptida rantai pendek yaitu asam amino. Setelah mengalami fermentasi sel-sel bakteri ini akan dipecah dan polisakarida yang ada di sebelah dalam dinding bakteri tersebut diambil. Polisakarida inilah yang digunakan sebagai antigen dalam vaksin. Jadi, antigen yang digunakan dalam vaksin ini tidak bersinggungan baik langsung maupun tidak langsung dengan enzim tripsin babi.
Polisakarida tersebut juga melewati proses pemurnian (purifikasi) dengan cara pencucian dan pengenceran working seed. Pencucian working seed terjadi 1 : 67,5 milyar kali, jadi dicuci dan diencerkan sebanyak 67,5 milyar kali. Keputusan hukum PP Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama no 04 th 2010 tentang vaksin meningitis: pensuciannya sesuai untuk najis berat. Enzim tripsin berperan sebagai katalisator yang mempercepat reaksi hingga seribu kali. Tanpa biokatalisator tripsin ini reaksi akan berjalan sangat lambat, bahkan bisa bertahun-tahun sehingga tidak efektif.
Saat ini para ilmuwan sedang terus mencoba untuk mengembangkan metode lain, seperti membuat vaksin dengan media tumbuhan. Namun, menciptakan teknologi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bisa jadi nanti anak-anak kita yang cerdas dan sehat ini yang akan memperbaiki teknologi ini?
Kesimpulan: vaksinasi mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan.
Sumber: http://www.immunize.org/concerns/porcine.pdf http://muslimafiyah.com/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-u… http://chirpstory.com/li/10761
Q: Apakah vaksin aman? Benarkah ada merkuri di dalam vaksin?
Sebagai orang tua tentu saja kita ingin melindungi anak-anak kita. Kita tidak mau ada bahan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh anak kita. Isu adanya merkuri di dalam vaksin meresahkan banyak pihak. Isu tersebut mengingatkan kita akan kejadian tragedi Minamata dimana keracunan merkuri menimpa warga di Minamata Jepang sehingga muncul penyakit keracunan merkuri pada tahun 1956. Hal ini dikarenakan adanya pabrik kimia yang membuang limbah mengandung metilmerkuri (methylmercury) ke Teluk Minamata pada tahun 1932-1968.
Didalam kehidupan kita sehari-hari, merkuri dikenal dalam 3 bentuk :
1. Logam merkuri (elemental). Biasa ditemui pada termoter tua. Merkuri tipe ini tidak bisa di serap oleh tubuh melalui oral (dimakan) -kemampuan penyerapannya hanya 0.01%- sementara melalui proses inhalasi dapat diserap sampai > 80%.
2. Merkuri anorganik. Jenis merkuri ini dapat diserap tubuh secara oral sampai 7 - 15 %, bentuk senyawa merkuri ini biasa ditemukan pada batrei.
3. Merkuri organik (methylmercury fungisida, fenil merkuri, ethylmercury). Jenis merkuri ini mampu diserap tubuh melalui proses oral sampai 90%.
Merkuri disebut juga hydrargyrum atau air perak karena sifatnya yang cair seperti air dan berkilau seperti perak. Jangan kan pada vaksin, ternyata logam berat merkuri banyak ditemukan di alam ini bahkan pada bahan makanan. Merkuri banyak kita temui di alam, sebagai mineral di bebatuan, dalam tanah, air, bahan bakar fosil seperti batubara, sumber mata air panas dan letusan gunung berapi. Merkuri organik ini juga bisa berasal dari merkuri anorganik yang dimetabolisme oleh mikroorganisme yang hidup dalam air menjadi merkuri organik.
Merkuri organik yang sering ditemukan di alam adalah metilmerkuri, merkuri yang sama yang menyebabkan tragedi penyakit Minamata. Ikan dan kerang-kerangan memiliki kemampuan untuk menyimpan merkuri di dalam tubuhnya, dan memiliki sifat biomagnifikasi yaitu konsentrasi makin besar di tingkat piramida makanan yang makin tinggi artinya pemangsa memiliki konsentrasi merkuri lebih tinggi dibandingkan yang dimangsa. Metilmerkuri terdapat di ikan catfish, grouper, makarel, sarden, hiu, tuna, kerang, tiram, kepiting, lobster dan udang.
Metilmerkuri ini waktu paruhnya sangat lama yaitu 50 hari di darah dan hingga 120 hari di otak manusia sehingga lama dikeluarkan dari tubuh. Karena metilmerkuri ini lama di dalam tubuh, maka jika kadarnya berlebihan bisa memasuki jaringan otak bahkan plasenta dan akan merusak otak bayi. Metilmerkuri bahkan ditemukan di air susu ibu (ASI) saat ibu mengkonsumsi bahan yang mengandung metilmerkuri.
Merkuri memiliki efek antibakterial (antiseptik) dan antijamur sehingga banyak digunakan sebagai preservative dalam berbagai produk baik medis maupun non-medis seperti kosmetik. Zat yang biasa digunakan adalah thimerosal atau thiomerosal. Thimerosal dimetabolisme menjadi 46,9% merkuri organik yang berupa etilmerkuri dan thiosalisilat. Etilmerkuri ini waktu paruhnya sangat jauh lebih singkat daripada metilmerkuri yaitu 7 hari akan dikeluarkan dari tubuh. Penggunaan etilmerkuri dinyatakan tidak berbahaya bagi tubuh. Etilmerkuri menjadi berbahaya, baik untuk dewasa dan anak-anak, apabila kandungannya 1000-1000000 kali lipat dari yang ada di dalam vaksin.
Beberapa tahun yang lampau berhembus isu thimerosal menyebabkan kerusakan otak pada anak dan autisme. Isu ini sangat meresahkan para orang tua dan menurunkan kepercayaan pada vaksinasi. Akhirnya FDA, EPA dan ATSR melakukan serangkaian penelitian. Dari serangkaian penelitian, FDA memutuskan bahwa thimerosal dinyatakan aman sebagai preservative vaksin. Namun, akhirnya pada tahun 2001 thimerosal sudah tidak digunakan lagi sebagai preservative dalam vaksin untuk anak-anak. Penghilangan thimerosal bukan karena etilmerkuri tidak aman, namun karena menghindari kekhawatiran para orang tua. Hanya vaksin multidosis yang menggunakan thimerosal, yaitu kemasan vaksin yang diambil berkali-kali.
Jadi, saat ini sebagian besar vaksin sudah bebas dari thimerosal atau merkuri. J
Sumber: http://pediatrics.aappublications.org/conte…/…/1394.full.pdf http://www.fda.gov/…/SafetyAvailabi…/VaccineSafety/UCM096228 http://www.fda.gov/…/foodbornep…/methylmercury/ucm115644.htm http://www.fda.gov/…/FoodborneP…/Methylmercury/ucm191007.htm http://www.immunizationinfo.org/…/…/vaccines-and-autism-2009 http://www.immunizationinfo.org/…/thimeros…/mercury-vaccines http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/doc/326003044140859/ http://en.wikipedia.org/wiki/Methylmercury http://en.wikipedia.org/wiki/Ethylmercury
Q: Apakah vaksin menyebabkan autisme?
Isu vaksin menyebabkan autis selalu meresahkan para orang tua. Isu ini berawal dari seorang dokter ahli bedah, Andrew Wakefield, membuat penelitian yang hasil akhirnya membuktikan vaksin MMR menyebabkan autisme. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998 diterbitkan di jurnal kedokteran yang terpercaya yaitu The Lancet dan diumumkan secara besar-besaran. Dunia geger dan orang tua di seluruh dunia mengalami kepanikan menolak vaksinasi terutama MMR.
Para ilmuwan dan WHO tidak tinggal diam, dilakukan penelitian yang sistemastis dengan banyak sampel. Dari penelitian yang dilakukan di berbagai belahan dunia, sebelas penelitian besar membuktikan bahwa MMR tidak menyebabkan autisme dan enam penelitian besar berhasil membuktikan keamanan thimerosal.
Setelah ditelusuri ternyata Wakefield menerima suap jutaan dollar untuk membuat penelitian rekayasa yang menghasilkan merk vaksin MMR yang digunakan saat itu menyebabkan autisme. Penelitian Wakefield ini hanya melibatkan 12 anak yang tentunya sangat tidak mewakili komunitas masyarakat di seluruh belahan dunia. Penelitian ini juga terbukti tidak disetujui oleh Komite Etik tempatnya bekerja dan dicemari dengan pemalsuan data.
Pada tahun 2005 The Lancet mulai menarik artikelnya dan keterangan tentang ketidakbenaran penelitian ini telah diumumkan secara resmi di jurnal resmi kedokteran Inggris yang sangat berpengaruh di dunia kedokteran: British Medical Journal yang terbit pada bulan Februari 2011.
Vaksin dan bahan yang terkandung di dalamnya (thimerosal) tidak terbukti menyebabkan autisme maupun kerusakan otak. Kejadian autisme biasanya terdiagnosis pada tahun kedua usia bayi dimana pada usia tersebut bayi memang sering divaksinasi. Dan pada pemeriksaan tubuh anak tidak terdapat kenaikan kadar merkuri baik di darah, rambut maupun sel-sel yang lain. Berdasarkan penelitian meta-analisis yang membandingkan anak yang divaksin dengan yang tidak divaksin dihasilkan kejadian autismenya sama di kedua kelompok (pada anak yang tidak divaksin pun
ternyata tetap muncul kasus autisme). Oiya, meta analisis itu maksudnya adalah tingkatan penelitian tertinggi bagi para akademisi sehingga sanfat bisa dipertanggungjawabkan.
Sumber: http://cid.oxfordjournals.org/content/48/4/456.full http://briandeer.com/mmr/lancet-summary.htm http://www.salon.com/2008/09/22/autism_2/singleton/ http://www.antaranews.com/…/tanya-jawab-kehalalan-dan-keama… http://www.immunizationinfo.org/…/…/vaccines-and-autism-2009
Q: Apakah bahan vaksin berasal dari nanah?
Nanah? Membayangkan nanah yang ada di jerawat saja saya jijik apalagi membayangkan zat tersebut disuntikkan ke dalam tubuh bayi saya. Isu ini terkait dengan sejarah pembuatan vaksin.
Sebelumnya perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.
Pada tahun 1718, Lady Mary Wortley Montague seorang bangsawan Inggris melihat kebiasaan bangsa Turki Othmany melakukan inokulasi, yaitu mengambil cairan nanah dari penyakit cacar dengan gejala ringan (smallpox) ke anak yang sehat. Kebiasaan itu terbukti melindungi anak-anak dari penyakit cacar (smallpox/variola) yang sangat menular dan mematikan. Lady Mary kemudian melakukan hal tersebut kepada kedua anaknya.
Pada tahun 1796, seorang dokter di pedesaan Inggris mengamati bahwa para pekerja yang terpapar dengan cacar sapi (cowpox) terlihat kebal terhadap serangan cacar (smallpox/variola). Akhirnya dokter tersebut, Edward Jenner, mencoba mengambil cairan nanah dari cacar sapi (cowpox) dan menginokulasikannya ke seorang anak laki-laki sehat berusia 8 tahun, James Phillips, dan berhasil menciptakan kekebalan terhadap infeksi cacar variola. Oleh sebab itu vaccination berasal dari kata vacca yang artinya sapi, karena vaksinasi pertama kali dilakukan dengan mengambil virus yang menginfeksi sapi untuk membentuk kekebalan terhadap smallpox.
Itu kejadian lebih dari 200 tahun yang lalu, memang benar berasal dari nanah sapi. Namun, untuk masa sekarang ini, teknologi kedokteran sudah sangat berkembang dengan pesat sehingga virus dan bakteri yang digunakan untuk vaksinasi bukan diambil dari nanah lagi. Pembuatan vaksin itu adalah industri skala besar jadi ketersediaan bahan harus terjaga konsistensi jumlah dan kualitasnya. Tidak seperti orang menanam padi yang tiap 3 bulan panen, apa iya perusahaan vaksin mau memelihara orang sakit cacar sehingga tiap hari mau dipanen nanahnya? Jelas tidak mungkin, karena orang sakit cacar juga tidak tiap hari ada. Oleh sebab itu, virus dan bakterinya dipelihara di laboratorium untuk dijaga kualitas dan jumlahnya sehingga produksi vaksin skala besar bisa dilakukan setiap saat selama vaksin tersebut masih dibutuhkan.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/scientific-method-vaccin… http://schools-wikipedia.org/wp/v/Vaccination.htm
Q: Apakah vaksin terbuat dari janin? Apakah vaksin terbuat dari ginjal kera? Apakah vaksin terbuat dari babi dan anjing?
Penggunaan vaksin “dari janin” ini biasanya menuai kontroversi di umat Katholik. Namun, siapa pun pasti ngeri plus jijik jika mendapat informasi vaksin terbuat dari janin, kera, babi dan anjing.
Serupa dengan keterangan di atas, perlu dipahami bahwa produksi vaksin itu adalah produksi dalam jumlah sangat banyak di skala industri modern yang besar. Sehingga ketersediaan bahan untuk membuat vaksin harus selalu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, berbeda dengan mbok jamu yang tiap kali mau memproduksi jamu godhong kates (daun pepaya) beliau pergi ke kebun lalu memetik daun pepaya segar setiap hari untuk ditumbuk menjadi jamu.
Isu ini muncul berkaitan dengan sejarah penemuan media yang digunakan untuk pengembangbiakan virus dan bakteri yang akan digunakan dalam vaksin. Media tumbuh ini ibarat “tanah” bagi pohon kelapa. Namun, virus dan bakteri sayangnya berbeda dengan pohon kelapa yang bisa tumbuh di tanah manapun, mulai dari daerah pantai hingga puncak gunung yang gersang.
Pada era modern saat ini, bakteri bisa ditumbuhkan dan dipelihara di lingkungan laboratorium tanpa memerlukan media hewani, jadi tinggal diberi zat makanannya dan lingkungan yang nyaman bagi bakteri itu. Namun, berbeda dengan bakteri, virus memerlukan media khusus, yaitu sel seperti sel-sel embrio di telur ayam. Sel yang bisa digunakan untuk menumbuhkembangkan virus pun adalah sel khusus yang terjaga kemurniannya di laboratorium dengan teknologi kultur jaringan, yaitu strain cell atau cell line.
Strain cell berupa cell line ini tidak mudah diperoleh, para ilmuwan di laboratorium senantiasa bereksperimen dengan penuh ketelitian di bawah pengawasan Komite Etik untuk menjaga agar penelitian tetap berjalan sesuai hukum dan koridor keilmuan yang etis. Strain cell ini dikondisikan untuk mendapatkan satu jenis sel tunggal yang abadi dan selalu berkembangbiak yang disebut cell line. Karena untuk membuat vaksin skala industri dibutuhkan media sel yang murni, berjumlah sangat besar dengan konsistensi sifat yang sangat terjaga. Cell line ini asalnya bermacam-macam dan memang ada yang berasal dari tikus, mencit, kelinci, sel kanker, janin manusia, kera, anjing dan lain-lain.
Alkisah, ilmuwan mencoba untuk membiakkan virus di berbagai media sel. Pada tahun 1936 Albert Sabin dan Peter Olitsky membiakkan sel otak yang berasal dari janin manusia yang sudah keguguran untuk membuat vaksin polio. Kemudian pada tahun 1951, Jonas Salk berhasil membiakkan sel dari ginjal kera (Vero cell line) untuk vaksin polio. Hingga kini sel Vero ini dipelihara dan dikembangbiakkan untuk memproduksi vaksin polio, variola, rotavirus dan japanese encephalitis. Pada tahun 1958 juga dikembangkan sel Madin Darby Canine Kidney (MDCK) yang diambil dari ginjal anjing cocker spanyol.
Virus memerlukan sel tertentu untuk hidup, virus manusia membutuhkan media sel manusia. Sel manusia ini bisa berasal dari sel kanker (contoh: Hela cell line berasal dari sel kanker seorang pasien wanita Henrietta Lacks) atau sel janin yang sebelumnya telah meninggal di rahim sang ibu. Janin yang meninggal di rahim memang harus dikuret, sebab jika tidak dia akan menjadi racun bagi rahim dan ibunya. Dengan persetujuan keluarga serta di bawah pengawasan Komite Etik para ilmuwan melakukan percobaan kultur jaringan dari sel-sel janin yang telah dikuret itu. Sel-sel ini disemai di media khusus di laboratorium sehingga diperoleh sel abadi, yang selalu membelah diri, tidak bisa mati dan terjaga konsistensi sifatnya.
Berbeda dengan sel-sel kanker, sel diploid janin manusia memiliki jumlah kromosom yang sama seperti sel-sel normal manusia. Pada tahun 1960-an rubella kongenital yaitu infeksi virus rubella pada wanita hamil menyebabkan banyak janin yang mati dalam kandungan. Pada tahun 1961 di Amerika Serikat, ada janin perempuan berumur 3 bulan yang diserang oleh virus rubella, janin ini kemudian meninggal di rahim ibunya. Janin kemudian dikuret dan atas persetujuan semua pihak digunakan untuk mengetahui rubella kongenital dan mendapatkan cell line yang tepat untuk media
virus rubella. Dari sel-sel di paru-paru janin diperoleh strain cell WI-38 yang sangat cocok untuk mengembangbiakkan rubella. Sementara itu pada tahun 1965, di Inggris juga diperoleh strain cell WRC-5 dari paru-paru janin laki-laki berusia 14 minggu yang meninggal di rahim akibat rubella kongenital. Dari kedua strain cell ini, WI-38 dan WRC-5, berhasil dibuat vaksin rubella dengan tingkat efektifitas 95% untuk mencegah kematian dan kecacatan janin akibat rubella kongenital. Strain cell ini juga digunakan untuk membuat vaksin hepatitis A, varicella, zoster, rabies dan adenovirus.
Hingga saat ini saya tidak menemukan adanya vaksin yang dibuat dari SEL babi atau DNA babi.
Jadi, yang saat ini digunakan untuk membuat vaksin di pabrik vaksin adalah sel vero, sel MDCK, sel WI-38 dan MRC-5 ini. Bukan janin-janin atau kera-kera atau anjing-anjing dibunuh setiap hari untuk membuat vaksin. Dan, usia sel-sel inipun sudah jauh lebih tua daripada saya, usia mereka sudah 40 tahun lebih dan mereka hidup terjaga kemurniannya di laboratorium. Pihak gereja Katholik pun akhirnya memberikan ijin atas penggunaan vaksin-vaksin ini. Kabar baiknya saat ini Biofarma berhasil mengembangkan media dari sel tumbuhan jagung, sehingga kita tidak perlu khawatir lagi.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/early-tissue-and-cell-cu… http://www.historyofvaccines.org/…/human-cell-strains-vacci… http://www.facebook.com/notes/umm-hamzah/kaitan-janin-manusia-dengan-vaksin/496772767709 http://www.cogforlife.org/vaticanresponse.pdf
Q: Apakah vaksin menyebabkan kanker?
Sebagai manusia saat kita mendengar kata “kanker” tentu saja takut ya, karena langsung terbayang penyakit yang berat.
Kanker telah lama dikenal dalam sejarah manusia. Kanker payudara telah tercatat di lembaran papirus bangsa Mesir pada tahun 3000 SM. Hippocrates yang hidup pada tahun 460 – 370 SM juga telah menjelaskan tentang penyakit ini. Celcus, ilmuwan Yunani, yang hidup antara tahun 25 SM – 50 M juga telah membuat catatan tentang kanker. Istilah kanker sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya kepiting. Insidensi (kejadian) kanker sendiri meningkat semakin banyak pada tahun 1930 – 1990. Kematian dengan penyebab kanker yang cukup banyak ini akhirnya mulai dicatat secara khusus oleh biro statistika Amerika Serikat pada tahun 1930.
Vaksinasi sendiri baru digalakkan oleh WHO pada 1 Januari 1967 untuk menanggulangi wabah cacar variola (smallpox) yang menyebabkan kematian 35% penderita cacar variola dan sisanya buta atau mengalami kerusakan kulit yang sangat parah. Nah, sangatlah tidak mungkin vaksinasi menyebabkan kanker karena kanker sudah banyak bermunculan ribuan tahun sebelum program vaksinasi digalakkan di dunia.
Kanker sendiri penyebabnya ada dua, yaitu genetik (faktor bawaan) dan lingkungan. Faktor lingkungan sendiri salah satunya adalah infeksi. Justru vaksinasi terbukti bisa menyelamatkan dari kanker, seperti vaksinasi hepatitis B sesaat setelah bayi baru lahir akan mencegah terjadinya kanker hati saat bayi dewasa. Infeksi virus hepatitis B yang diderita sejak bayi 90% akan mengakibatkan hepatitis kronis yang merupakan penyebab terjadinya sirosis. Sebanyak 50% kasus sirosis akan berkembang menjadi kanker ganas pada liver.
Pada tahun 2012, di depan konferensi asosiasi peneliti kanker Amerika dipresentasikan makalah yang sangat menarik tentang pemberian vaksin pada anak dengan kanker otak ganas membantu anak memberikan respons bagus terhadap perbaikan penyakitnya. Sel imun anak yang mendapat vaksin tampak bereaksi sangat baik terhadap sel kanker di otak. Hal ini tentu saja sangat
bertentangan dengan isu yang mengatakan vaksin mengakibatkan kanker, karena justru yang terjadi adalah vaksin membantu sel imun memusnahkan sel kanker.
Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlinepl…/news/fullstory_123678.html
Kumar et al. 2008. Robbins Basic Pathology, 8th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
Fauci et al. 2008. Harrisons: Principples of Internal Medicine, 17th edition. McGraw-Hills companies
Goldman et al. 2007. Cecil Medicine, 23th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
Casiato, Dennis A. 2004. Manual of Clinical Oncology, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. http://en.wikipedia.org/wiki/Cancer
Q: Benarkah vaksin menyebabkan HIV?
HIV adalah penyakit yang snagat mengerikan. Pada tahun 1981 saat pertama kali ditemukan penyakit HIV AIDS pada kaum homoseksual kemudian pecandu penyalahgunaan obat, orang bertanya-tanya darimanakah asal penyakit yang mengerikan ini. Banyak isu spekulatif seputaran penyakit ini dan pada tahun 1990-an salah satu yang dicurigai adalah vaksin polio oral sebagai penyebar penyakit ini. Pada tahun 1950-an para ilmuwan mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk memperoleh media pertumbuhan virus. Salah satunya dr. Hilary Koprowski yang mengembangkan cell line berasal dari kera macaque. Cell line tersebut diduga tercemar oleh virus SIV (simian immunodeficiency virus) yaitu virus menyerang simpanse.
Pada tahun 1992 majalah The Rolling Stone menampilkan artikel yang mendiskusikan kemungkinan vaksin polio Koprowski sebagai sumber penyebaran HIV yang akhirnya mengakibatkan munculnya AIDS. Dokter Koprowski menggugat The Rolling Stone dan si penulis artikel sehingga pada December 1993, majalah The Rolling Stone membuat permintaan maaf dan klarifikasi atas pemberitaan tidak benar yang mencemarkan nama dokter Koprowski.
Artikel tersebut bermula dari seorang jurnalis yang bernama Edward Hooper menulis sebuah buku yang berjudul “The River: A Journey to the Source of HIV and AIDS” pada tahun 1999. Hooper menuduh bahwa cell line yang digunakan untuk pengembangan vaksin polio itu berasal dari sel ginjal simpanse yang terinfeksi SIV. Untuk meredam kehebohan yang terjadi, dilakukanlah penyelidikan yang mendalam dan hasilnya dibuktikan bahwa teori Hooper ini tidak benar:
* Dilakukan pemeriksaan terhadap sisa vaksin yang digunakan dan tidak terbukti adanya kontaminasi virus SIV pada vaksin.
* Cell line yang digunakan untuk memproduksi vaksin berasal dari kera, bukan simpanse. Spesiesnya asal cell line-nya saja jelas berbeda. Setiap virus memiliki sel target yang spesifik. Beda spesies berbeda jenis selnya sehingga si virus SIV tidak bisa menginfeksi sel tersebut.
* Strain virus SIV ini secara genetika sangat berbeda dengan strain virus HIV yang terdapat di daerah tersebut.
Tulisan Hooper ini menyebabkan maraknya teori konspirasi terkait HIV dan vaksin polio, terutama di Afrika. Isu adanya virus HIV dan obat yang mengakibatkan steril pada vaksin polio menyebabkan banyak yang menolak vaksinasi polio di Afrika. Akibatnya kejadian polio di Afrika tetap tinggi.
Ada 2 jenis virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2, yang paling banyak ditemui di seluruh dunia adalah virus HIV-1. Virus HIV-2 banyak ditemukan di Afrika. Virus HIV ini memang diperkirakan berkembang dari virus yang dahulunya menginfeksi simpanse (cross-species infection). Kemungkinan terjadinya infeksi silang antar-spesies karena telah terjadi kontak langsung antara manusia dengan simpanse yang terinfeksi yang menghasilkan mutasi genetik munculnya virus HIV.
Sumber: http://www.historyofvaccines.org/…/debunked-polio-vaccine-a…
Fauci et al. 2008. Harrisons: Principples of Internal Medicine, 17th edition. McGraw-Hills companies
Brooks et al. 2007. Jawetz, Melnick & Adelberg Medical Microbiology. 24th edition. McGraw-Hills companies.
Fields et al. 2001. Field’s Virology. 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Q: Benarkah vaksin adalah konspirasi Yahudi untuk melumpuhkan generasi lain? Benarkah vaksin digunakan sebagai senjata biologis pemusnahan massal?
Sejak WHO mencanangkan program imunisasi untuk eradikasi penyakit infeksi berbahaya hampir semua negara mewajibkan imunisasi untuk semua bayi yang lahir di daerahnya. Ada 194 negara yang memiliki program imunisasi. Beberapa negara menggunakan kelengkapan jadwal imunisasi sebagai persyaratan masuk sekolah. Di Arab Saudi dan beberapa negara timur tengah kelengkapan imunisasi dijadikan syarat untuk bersekolah dan mengambil akta kelahiran.
Program imunisasi wajib di masing-masing negara berbeda bergantung pada sebaran penyakit yang ada. Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat, vaksin BCG tidak ada karena mereka telah berhasil mengeradikasi TBC sebelum arus globalisasi meningkat seperti dewasa ini. Di Belanda memang aturan diperlonggar dengan alasan menghormati hak asasi para penganut anti-vaksin. Di Inggris jika anak yang tidak divaksinasi sakit dan menularkan penyakit ke teman-teman mereka di sekolah maka orang tua si anak akan dipenjara.
Lalu apa kabar negara yahudi israel yang sering dituduh makar vaksinasi? Israel memiliki program vaksinasi yang sangat lengkap dan berhasil dengan angka cakupan sangat tinggi untuk bayi baru lahir hingga anak usia 13 tahun. Dari artikel yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan dan dirilis di jurnal ini diperoleh data cakupan imunisasi di israel > 90% semua, yaitu sebagai berikut DTaP-IPV-Hib4 (all 93%), HBV3 (96%), MMR1 (94%), and HAV1 (90%). Sebanyak 93% bayi mendapat vaksin difteri, tetanus, pertusis, polio dan hemofilus influenzae B; sebanyak 96% bayi mendapat vaksin hepatitis B; sebanyak 94% bayi mendapat vaksin campak, gondongan dan rubella; dan sebanyak 90% bayi mendapat vaksin hepatitis A. Pada tahun 2009 mereka memulai program vaksinasi pneumokokus, pada tahun 2010 mereka memulai vaksinasi rotavirus dan pada tahun 2011 mereka memulai vaksinasi human papilloma virus untuk anti kanker leher rahim (serviks). Kenapa angkanya tidak 100%? Karena pada bayi dengan penyakit tertentu seperti defisiensi sistem imunitas, kanker atau penyakit darah ada yang sebaiknya vaksinasi ditunda terlebih dahulu.
Jika vaksin mengandung racun, zat berbahaya dan berpotensi membuat mandul, cacat atau mematikan generasi penerus, maka tidak akan mungkin israel menyediakan program vaksinasi yang super lengkap seperti di atas untuk semua bayi sehat yang lahir di negara tersebut. Kabar baiknya adalah pejuang Muslim Palestina juga memvaksin anak-anaknya agar tumbuh menjadi generasi yang sehat tidak kalah dengan bayi-bayi yahudi di Israel. Muslim Mesir tanah tempat kelahiran pejuang-pejuang tangguh yang berani menolong saudaranya di Gaza juga memiliki vaksin wajib yang ditaati oleh warga negaranya.
Jika di dalam vaksin terdapat obat kemandulan buktinya yang terjadi di Indonesia, negara-negara berkembang dan dunia jumlah penduduk terjadi sangat pesat.
Sumber:
Vaksinasi di israel: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm http://www.google.co.id/url… Vaksinasi di Palestina: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19554974
Vaksinasi di Mesir: http://apps.who.int/…/globalsumma…/countryprofileresult.cfm…
Vaksinasi di Saudi Arabia: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Vaksinasi di Amerika: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Vaksinasi di Inggris: http://apps.who.int/…/globalsummary/countryprofileresult.cfm
Q: Apakah vaksin menyebabkan anak lumpuh dan meninggal setelah divaksin?
KIPI adalah kejadian ikutan pasca imunisasi. Biasanya setelah diimunisasi bisa timbul demam, kemerahan atau bengkak di tempat penyuntikan, rewel, dan lain sebagainya sesuai jenis vaksin. Sebagian besar keluhan ini akan menghilang 3 – 4 hari pasca imunisasi. Semua KIPI memang sebaiknya dilaporkan untuk kepentingan surveilans imunisasi.
KIPI berat seperti lumpuh setelah diimunisasi atau meninggal setelah diimunisasi akan diselidiki dengan sangat serius oleh dinas kesehatan dan pihak yang berwajib dengan melibatkan banyak ahli seperti ahli forensik, ahli darah, ahli bedah, ahli anak, ahli penyakit dalam, ahli vaksin, ahli hukum, kepolisian dan banyak ahli lainnya. Tenaga kesehatan yang terlibat juga dikenai status tahanan rumah atau kota. Kasus ini biasanya akan mencuat di media massa yang tentu saja dengan pemberitaan yang tidak seimbang, selalu pihak pemerintah yang disudutkan. Sangat sering kasus yang ada tidak disertai dengan pemberitaan klarifikasi dari dinas kesehatan terkait.
Contoh kasus berikut ini, bayi A meninggal sehari setelah vaksin BCG, setelah diselidiki ternyata bayi sudah sakit infeksi berat sebelumnya dan meninggal akibat sepsis (keracunan darah), tapi jika membaca beritanya memang sangat berat sebelah. Kisah lain, yaitu SB yang lumpuh setelah divaksin polio setelah disidang di Polda Metro Jaya lalu diselidiki ternyata SB ini adalah penderita TBC tulang belakang yang sudah berat. Di Jawa Barat anak lumpuh karena polio setelah diselidiki ternyata dia terkena virus polio liar, bukan virus polio dari vaksin. Sebagian besar kasus KIPI yang dilaporkan bisa ditangani secara tuntas, hanya saja masyarakat tidak mengikuti kasus hingga akhir. Jika ada yang tidak ditangani, maka kemungkinan besar karena kasus tidak dilaporkan.
Kasus KIPI perlu diselidiki apakah itu disebabkan karena vaksinasi atau coincidental. Concidental ini adalah berbarengan ditakdirkan muncul bersamaan dengan vaksinasi, seperti contoh ketiga kasus di atas yang seteah diselidiki ternyata penyebabnya adalah karena penyakit lain. Jika karena vaksinasi, maka akan diselidiki apakah karena kesalahan dalam vaksin (vaccine error), kesalahan pelaksanaan imunisasi (programme error), atau reaksi terkait penyuntikan.
Semua kasus KIPI akan mendapatkan penanganan dan kompensasi dari pemerintah, orang tua bisa menuntut negara atas kejadian ini. KIPI vaksin polio oral yang paling berat adalah kelumpuhan, kejadiannya 1 : 2,5 juta – 3 juta dosis. Kasus ini biasanya terjadi pada anak dengan penyakit kelainan darah dan gangguan imunitas tubuh. Adalah John Salamone, seorang orang tua yang luar biasa dari seorang anak yang terkena KIPI vaksin polio oral. Anaknya mengalami sindroma paralisis setelah mendapat vaksin polio, namun alih-alih memilih menjadi aktivis gerakan antivaksin beliau lebih memilih untuk mendorong pemerintah (American Academy of Pediatrics dan the CDC) untuk mengganti vaksin polio oral dengan vaksin polio injeksi. Dan beliau berhasil, pada tahun 1996 pemerintah Amerika mengganti vaksin polio dengan jenis lain yang lebih aman meskipun itu berarti pemerintah mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk vaksin ini.
Kejadian KIPI yang berbahaya ini relatif sedikit, dan tidak ada orang yang menginginkannya. Apalagi pihak tenaga kesehatan, jika sampai terjadi KIPI berat mereka juga akan diusut oleh pihak berwajib. Dibandingkan resiko tingkat kecacatan, biaya perawatan dan kematian yang tinggi akibat penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin maka sebaiknya tetap melakukan vaksinasi yang merupakan salah satu ikhtiar terbaik untuk menghindari penyakit tersebut.
Sumber: http://www.immune.org.nz/adverse-events-following-immunisat… http://www.historyofvaccines.org/…/vaccine-injury-compensat… http://www.time.com/t…/health/article/0,8599,2053517,00.html http://www.ykai.org/index.php… http://lampung.tribunnews.com/…/kematian-bayi-azzam-masih-j…
Q: Benarkah vaksin akan merusak sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit?
Isu ini berkembang akibat adanya suntikan vaksin combo, yaitu dalam 1 suntikan terdapat > 2 jenis antigen (vaksin).
Beberapa pihak menantang untuk diadakan penelitian yang membandingkan kualitas anak yang divaksin dengan anak yang tidak divaksin. Jika ada dua kelompok anak (divaksin vs tidak divaksin) kemudian ditempatkan di ruangan dengan penyakit polio, TBC, pertusis, difteri, campak, dan lainnya, hal ini tidak etis karena menempatkan posisi anak yang tidak memiliki kekebalan tubuh dalam zona bahaya. Penelitian semacam ini tidak akan pernah lolos mendapatkan ijin dari Komite Etik. Setiap penelitian yang dilakukan seorang akademisi itu wajib dibawah koridor etika keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan dan diawasi oleh Komite Etik yang terdiri dari para ahli.
Namun, ada penelitian yang menarik yang dilakukan di Jerman yang membandingkan kualitas kesehatan anak yang mendapat vaksin dengan anak yang tidak divaksin dengan sampel penelitian 13.453 anak. Penelitian ini diterbitkan di jurnal Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int 2011; 108(7): 99–104. Hasilnya? Ternyata penyakit infeksi yang tidak spesifik seperti batuk pilek dan penyakit alergi kejadiannya sama pada kedua kelompok. Pada kelompok anak yang tidak divaksin terdapat kejadian penyakit infeksi tidak spesifik dan penyakit alergi.
Vaksin adalah ikhtiar untuk membentuk kekebalan spesifik seperti vaksin polio untuk penyakit polio. Pada penelitian tersebut hasilnya ternyata mendukung keamanan vaksin karena anak-anak yang tidak divaksin tiga kali lebih banyak menderita penyakit campak, gondongan, rubella dan pertusis dibandingan anak yang divaksin. Sebagai informasi di Jerman sudah tidak pernah ditemukan kasus lokal TBC dan polio.
Jadi, isu bahwa vaksin merusak sistem kekebalan tubuh sehingga anak mudah sakit itu tidak benar, karena pada anak yang tidak mendapat vaksin pun juga dijumpai kasus infeksi tidak spesifik seperti batuk pilek dan serta penyakit alergi.
Sumber: http://www.vaccinetimes.com/the-vaccinated-vs-unvaccinated…/ http://www.sciencebasedmedicine.org/…/the-perils-and-pitfa…/
Q: Jangan dengarkan nasehat dokter, mereka dibayar sama pabrik vaksin! Benarkah?
Program vaksinasi yang berhasil adalah vaksinasi cacar variola (smallpox). Penyakit ini sangat menular. Penularan penyakit melalui udara pernafasan, jadi tidak perlu bersentuhan dengan penderita sudah bisa tertular. Jika sampai sakit, efek yang paling ringan adalah wajah menjadi buruk rupa permanen; efek moderat adalah hidup dengan wajah buruk rupa + buta; dan sebanyak 30 - 35% penderita variola langsung meninggal dunia.
Hidup di jaman serba susah seperti ini segalanya memang seolah-olah berkiblat pada uang. Memang budaya neokapitalisme telah menjamur berurat berakar dimana-mana, termasuk di fasilitas kesehatan. Bisnis kesehatan adalah bisnis dengan omzet yang besar. Mari kita berhitung, lebih menguntungkan mana sih dokter mau capek-capek sosialisasi pentingnya vaksinasi agar penyakit musnah (eradikasi) seperti smallpox atau merawat pasien yang sakit macam difteri, pertusis, campak, tetanus, TBC, meningitis, polio itu?
Jika dokter berdagang vaksin paling keuntungannya hanya beberapa puluh ribu hingga ratusan ribu.
Jika dapat pasien difteri, pertusis, campak dan lainnya kira-kira untung berapa ya? Pasien ini adalah kategori pasien sangat menular sehingga harus dirawat di ruang khusus, dengan barang-barang sekali pakai termasuk kasur, bantal, selimut; dengan perawat khusus, belum lagi obat-obatan dan diet khusus. Pasien difteri atau pertusis biasanya dirawat selama 2 minggu. Biaya perawatan sehari bisa mencapai minimal 2 juta, jadi 2 juta x 14 hari = 28 juta! Pernah ada pasien difteri sehari habis 2,5 juta dan dirawat 2 minggu. Dokter dan nakes yang merawat pasien infeksius seperti di balai pengobatan penyakit paru atau rumah sakit khusus infeksi biasanya mendapatkan komisi tambahan sebagai pengganti risiko tertular.
Pasien tetanus dan meningitis biasanya dirawat di Intensive Care Unit. Dulu bayi saya waktu lahir kakinya agak kebiruan sehingga dirawat di NICU. Di NICU bayar 3 juta/hari, itupun Al hamdu lillah bayi saya hanya nebeng pake oksigen. Nah, pasien tetanus dan meningitis bisa lebih dari 1 bulan perawatannya, obat-obatan yang digunakan luar biasa mahal. Jika sembuh dalam 1 bulan saja, maka 3 juta x 30 hari = 90 juta!
Pasien polio lebih parah lagi, selain di rawat secara intensive di ruang isolasi mereka harus rajin fisioterapi agar kelumpuhan yang di derita tidak begitu parah dan kaki mereka tidak bengkok. Asumsi perawatan seperti pasien difteri 2 juta x 14 hari = 28 juta ditambah biaya fisioterapi rutin yang sekali fisioterapi 100 ribu minimal 1 kali seminggu dan pembelian peralatan fisioterapi hingga 1 tahun, berapa kira-kira dana yang diberikan ke rumah sakit?
Pasien hepatitis B jika sampai terjadi hepatitis kronis harus konsumsi obat secara rutin hingga DNA virus hepatitis B menurun, 1 butir obatnya jaman saya masih sekolah dulu harganya 200 ribu. Jika terkena sirosis seperti pak mentri harus cangkok liver di China konon membutuhkan dana 2 milyar. Jika terkena kanker hati, kemungkinan tertolong kecil karena hepatocellular carcinoma ini sangat ganas. Kanker hati akibat bayi terlahir dari ibu yang positif hepatitis B biasanya akan muncul saat anak berusia 20-an tahun.
Untuk pabrik vaksin? Jika program vaksinasi berhasil seperti program vaksinasi smallpox dari tahun 1967 – 1979 menghasilkan smallpox yang musnah (eradikasi), vaksin smallpox tidak dibutuhkan lagi jadi perusahaan vaksin gulung tikar. Untuk saat ini wabah polio, difteri, campak, pertusis muncul lagi akibat aksi menolak vaksinasi yang marak di beberapa daerah. Jadi bisa dipastikan perusahaan vaksin akan tetap berproduksi hingga 20 tahun ke depan. Jika terjadi wabah seperti polio di Jawa Barat tahun 2005 kemarin dan tetanus saat gempa Jogja yang lalu perusahaan vaksin kembali banjir order untuk vaksinasi tambahan, maka semakin banyak penyakit semakin untung bagi pabrik vaksin. Tapi, jika penyakit musnah maka vaksin tidak diproduksi lagi sehingga perusahaan rugi besar.
Jadi, bagi perusahaan vaksin dan dokter kira-kira lebih untung yang mana ya?
Q: Buat apa vaksinasi, toh wabah sudah tidak pernah terjadi lagi
Wabah sudah ada dari jaman dahulu, pada masa Rosululloh pun juga terjadi wabah oleh karena itu ada hadits berkenaan dengan wabah dan penyakit menular. Sahabat agung Abu Ubaidah ibnul jarrah, meninggal karena wabah tha'un di syam. Beliau kita yakin pasti menjaga diri, baik makanan yang tahyyib dan halal, zaman itu belum ada MSG dan pengawet dan amalnya insyaAllah baik karena beliau adalah "amin hadzihil ummah"/ kepercayaan umat ini dan telah di jamin masuk surga. http://www.facebook.com/groups/GESAMUN/permalink/332790380128792/
Vaksinasi, sebagaimana teknologi buatan manusia lainnya, memang tidak 100% aman dan 100% efektif. Namun hingga saat ini vaksinasi adalah teknologi di dunia kesehatan yang terbaik sebagai ikhtiar untuk memusnahkan (eradikasi) penyakit infeksi.
Fungsi vaksinasi untuk individu adalah membentuk sel memori spesifik (polio ya untuk polio) yang berumur panjang. Sel memori ini fungsinya sebagai provokator, jika suatu saat ada musuh masuk dia akan memprovokatori kerja sistem imun dan membentuk antibodi dalam waktu jauh lebih cepat daripada anak yang tidak memiliki sel memori. Kebetulan musuh-musuhnya itu jenis kuman yang ganas, yang jika tidak segera ada antibodi mereka akan memporakporandakan tubuh. Saat kita beri sel memori melalui vaksinasi ibaratnya kita bekali anak kita yang mau maju perang dengan detektor musuh dan rudal jelajah, tentu saat perang akan lebih menang daripada anak yang telanjang tangan (tidak bersenjata-red). Jadi saat wabah datang anak yang divaksinasi lengkap sesuai jadwal dan booster biasanya akan tidak sakit, jika sakit pun hanya gejala ringan.
Fungsi vaksinasi untuk masyarakat adalah membentuk kekebalan imunitas (herd immunity) dan pemusnahan kuman (eradikasi). Cacar variola dinyatakan musnah pada tahun 1980 karena 67% penduduk di seluruh dunia mau divaksin variola. Vaksinasi bukanlah teknologi dengan jaminan 100%, oleh sebab itu, cakupan vaksinasi diharapkan > 90% artinya harus lebih 90% warga mau divaksin agar tercapai kekebalan komunitas sehingga penyakit bisa musnah (eradikasi). http://panjifh.wordpress.com/…/dinamika-penyakit-menular-a…/
Benarkah saat ini wabah sudah tidak ada? Karena banyaknya provokasi isu menakutkan tentang vaksinasi, banyak orang memutuskan untuk tidak memvaksin anak-anaknya sehingga herd immunity rusak. Saat ini banyak wabah kembali bermunculan. Bahkan Bordatella pertusis pun bangkit dari kuburnya.
Pada tahun 2005, sebanyak 302 anak-anak Indonesia yang belum divaksinasi lumpuh akibat terserang virus polio. Selama 10 tahun sebelumnya kasus polio sudah tidak ditemukan lagi di Indonesia, namun kemudian muncul KLB di Jawa Barat. http://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_3189.html
Sepanjang tahun 2011 ini jumlah kasus difteri yang terjadi di Jawa Timur ada sekitar 328 orang dan yang meninggal jumlahnya 11 orang. Diduga wabah ini terjadi karena banyak bayi yang tidak mendapatkan imunisasi DPT (difteri, pertusis/batuk rejan dan tetanus). Dari penyelidikan yang terkena adalah anak yang belum divaksinasi dan anak yang divaksin namun tidak lengkap. Jadi karena isu menakutkan terkait vaksinasi banyak orang tua yang tidak meneruskan pemberian vaksin ke anak. Jika vaksinasi tidak lengkap tentu saja perlindungannya pun tidak terbentuk optimal. http://chirpstory.com/li/7999 http://health.detik.com/…/wabah-difteri-di-jatim-diduga-aki… http://www.republika.co.id/…/lt11g9-wabah-difteri-menyerang…
Indonesia terletak di ring of fire (cincin gunung api aktif) dan pertemuan 3 lempeng benua, masih teringat jelas kejadian tsunami Aceh dan gempa Jogja-Jateng lalu. Sistem penanggulangan bencana belum siap untuk mengatasi bencana saat itu. Di Jogja ribuan orang meninggal dan sangat banyak yang terluka seperti kulit dan daging terkoyak atau patah tulang. Saat itu rumah sakit setempat yang juga porak-poranda terkena dampak gempa kehabisan cairan antiseptik dan benang untuk menjahit sehingga pasien terpaksa dijahit menggunakan benang jahit pakaian. Banyak tetanus yang terjadi, terutama kelompok usia lanjut yang belum pernah mendapat vaksin tetanus. Mereka saat itu meninggal bukan karena gempa melainkan karena tetanus pasca terluka akibat gempa. Saat itu guna mencegah perluasan kasus tetanus Menkes mengirim 400.000 vaksin tetanus ke Jogja dan sekitarnya. Begitu sering bencana alam besar melanda negri indah ini, jadi kita sama sekali tidak tahu apa yang terjadi nanti. http://news.detik.com/…/3-korban-bencana-gempa-tewas-karena… http://www.metrotvnews.com/…/Korban-Tsunami-Tewas-Karena-Te…
Jangan terkecoh dengan berita-berita menakutkan, dunia semakin tua dan permasalahan semakin pelik. Banyak pihak demi kepentingan pribadi menggunakan kampanye hitam anti-vaksinasi. Gerakan ini mendunia. Kenapa vaksin yang dijadikan kambing hitam? Menurut teori konspirasi ala saya yang maniak komik detektif ini (halah), selama ini timbul persepsi berlebihan di masyarakat bahwa vaksin akan “memberi perlindungan terhadap penyakit seumur hidup”. Nah, jika vaksin digembar-gemborkan mengandung bahaya bagi kemanusiaan maka otomatis para orang tua akan menolak vaksin. Orang tua akan galau, mereka butuh “sesuatu-pengganti-vaksin” yang akan memberikan perlindungan bagi anak-anak mereka. Kemudian tiba-tiba ada yang muncul menawarkan solusi pake ini, pake itu, beli ini, beli itu, pelatihan begini, pelatihan begitu dan lain sebagainya.
Kesimpulannya:
Vaksinasi itu mubah dalam agama Islam dan sangat dianjurkan oleh pemerintah dan WHO.
Tidak vaksinasi juga boleh.
Namun, tidak vaksinasi lalu menjadi provokator menakut-nakuti masyarakat awam dengan ilmu yang salah itu yang tidak benar.
Al hamdu lillah, tuntas sudah kebimbangan kami. Semoga ringkasan tulisan dari data-data yang telah kami peroleh ini bisa membantu para orang tua yang juga bimbang seperti kami.
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Tafsir ayat di atas:
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka [menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan mengembalikan perkara tersebut kepada Rasulullah dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu
cendikiawan, ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya Dan jika mereka melihat tidak ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Allaahu a'lam bish-showwab
Sekilas info :
Olieve Indri Leksmana menulis catatan baru: Vaksinasi Rekomendasi IDAI
2014 & Permenkes RI 42/2013 .
Vaksinasi di Posyandu --> Gratis karena 100% disubsidi pemerintah. Jadwal
imunisasi ini mengikuti aturan UCI (Universal Child Immunization) - yang
tujuannya mengejar cakupan imunisasi sesegera mungkin, 5 vaksin (dasar)
sebelum anak berusia 1 tahun
Hepatitis B: diberikan saat lahir (dg uniject), umur 2, 3, 4 bulan (bersamaan
dengan DTP Combo), harus diberikan dalam 12 jam pertama. Aman diberikan
pada semua bayi di atas 1.500 gram. (dulu batasnya berat lahir 2.000
gram).
Polio oral: diberikan saat lahir (pulang dari Rumah Sakit), umur 2,3,4 bulan
BCG: diberikan saat usia 1 bulan
DTP Combo Hepatitis B: diberikan umur 2, 3, 4 bulan
Campak: diberikan pada usia 9 bulan
Ikatan Dokter Anak Indonesia mengeluarkan jadwal imunisasi (vaksinasi)
lengkap untuk anak Indonesia, tidak hanya terbatas pada vaksin gratis di
atas, namun diperluas banyak vaksin lainnya. Sifatnya wajib, tidak lagi
“dianjurkan”, karena setiap anak Indonesia punya HAK untuk sehat dan kebal
terhadap penyakit2 di bawah ini. Karena tidak (belum) disubsidi pemerintah
maka orang tua harus membayar untuk mendapatkan vaksin ini.
HIB (Hemophyllus influenza tipe B) Diberikan pada 2, 4, 6, 15-18 bulan
(total 4 kali vaksinasi). Mencegah radang paru (pneumonia), radang telinga
tengah (otitis media) yang berisiko tuli konduksi pada anak, epiglotitis,
radang selaput otak (meningitis) yang bila berkomplikasi menjadi ensefalitis
(radang otak) menyebabkan kematian/cacat otak. Contoh merek vaksin:
Hiberix
PCV (Pneumokokus) . Diberikan pada usia 2, 4, 6, 12-15 bulan (total 4 kali
pemberian vaksinasi). Spektrum penyakit yang bisa dicegah sama dengan
HIB (meningitis, pneumonia) ditambah mencegah bakteremia/sepsis (yaitu
infeksi berat bakteri dalam darah).
Rotavirus Mencegah spektrum penyakit karena virus rota berupa diare
rotavirus, meningitis dan miokarditis karena rotavirus. Efektif diberikan sedini
mungkin, namun tidak efektif pada anak di atas usia 1 tahun. Mencegah
diare pada usia balita. Diberikan pada usia 2 bulan dan 4 bulan (rotarix –
Glaxo), atau 2,4,6 bulan (rotate – MSD)
Influenza Mencegah spectrum influenza pada bayi dan anak, dan mengurangi
frekuensi dan beratnya common cold (selesma) yang disebabkan rhinovirus.
Diberikan mulai umur 6 bulan sampai usia dewasa, satu kali setahun
MMR Mencegah Measles (campak), Mumps (gondongan/parotitis/bof),
Rubella (campak Jerman). Diberikan pada usia 15 bulan dan 5-6 tahun (total
2 kali pemberian). Tidak terbukti menyebabkan anak autis.
Tifoid . Mencegah demam tifoid, diberikan mulai anak berusia 2 tahun,
diulang setiap 3 tahun
Hepatitis A Mencegah hepatitis A akut. Diberikan mulai usia 2 tahun,
diberikan 2 kali, dengan interval 6-12 bulan (jarak vaksin berikutnya).
Varisela - Memberikan perlindungan seumur hidup terhadap virus varisela
zoster (termasuk mencegah Herpes Zoster) dengan 1 kali pemberian vaksin
mulai anak usia 1 tahun.
HPV (Human Papilloma Virus) – hanya pada perempuan mulai usia 10
tahun ke atas. Mencegah kanker cervix (kanker leher rahim). Diberikan 3 kali
dengan interval 1 bulan, dan 6 bulan.
IDAI juga merekomendasikan booster vaksin yang di Posyandu agar kadar
immunoglobulin tetap berada pada level protektif (sudah di luar program
Posyandu juga).
Polio perlu ulangan pada 18-24 bulan dan 6 tahun
DTP perlu diulang pada 18-24 bulan, 5 tahun, 10 tahun (Td) dan 18 tahun
(Td)
Campak diulang pada umur 24 bulan, 6 tahun. Jika anak sudah mendapat
vaksin MMR pada usia 15 bulan, campak 24 bulan tak usah diberikan
Jadwal baru IDAI sedikit berbeda dengan jadwal imunisasi di Posyandu -->
agar respons imun lebih baik
- BCG: dianjurkan di umur 0-2 bulan, namun paling optimal di usia 2 bulan
- Hepatitis B usia 1 bulan tetap diberikan
- DTP dan Polio : dianjurkan pada usia 2, 4, 6 bulan (selisih 2 bulan), bukan
di 2,3, 4 bulan. Setiap anak diharapkan mendapat minimal 1x vaksin polio
injeksi (biasanya gabungan dengan vaksin lain spt Infanrix HIB yang berisi
Polio injeksi, HIB, dan DTP yang tak panas).
Khusus pada bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B
- Perlu sekali diberikan Imunoglobulin Hepatitis B (Hyperhep-B) sebagai
“pembunuh” virus yang siap tempur untuk mematikan virus hepatitis yang
sudah masuk ke bayi (penularan via cairan tubuh: darah, lendir vagina,
ketuban, keringat, dan ASI). Berikan sedini mungkin < 48 jam pertama
sesudah bayi lahir agar efektif (sembari diberikan vaksin hepatitis B program
pemerintah).
- Vaksin hepatitis B umur 1 bulan harus tetap diberi, tidak menunggu DTP
Combo 2 bulan, agar imunitas segera terbentuk. Pada bayi prematur/berat
lahir < 2.000 gram pun tetap diberikan segera sesudah lahir, ulangan saat
bayi berat badan mencapai 2 kg, dan selanjutnya sesuai jadwal IDAI.
- Dengan 2 vaksinasi tadi (vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B)
akan memberikan perlindungan > 90% terhadap kemungkinan bayi terinfeksi
hepatitis B à yang berisiko tinggi menjadi kanker hati di usia remaja.
- Harga vaksin ini Rp 2,2 juta, hanya diberikan 1 kali
- Vaksin hepatitis B dan Imunoglobulin Hepatitis B, aman diberikan pada
semua bayi > 1.500 gram.
Pertanyaan yang sering ditanyakan:
1. Anak saya batuk pilek tapi ga demam, bolehkah imunisasi? - Boleh.
Sebetulnya demam ringanpun boleh imunisasi tapi takutnya akan rancu
dengan demam yg timbul akibat imunisasinya.
2. Anak saya ketinggalan imunisasi x nya, sekarang umur sekian, masih
bisa diberikan tidak? - Bisa. Hanya rotavirus yang harus selesai maksimal
usia 32 minggu utk rotateq, dan 24 minggu utk rotarix. Kedua vaksin
rotavirus harus sudah dimulai sebelum usia 14 minggu. Banyak vaksin lain
yg malah masih diberikan pad orang dewasa.Utk imunisasi campak yg
tertinggal, bila terlewat hingga usia lebih dari 1 tahun sebaiknya kejar
ketinggalan langsung dengan imunisasi MMR.
3. Saya ditawari vaksin x, pentingkah? - semua vaksin penting. Vaksin hanya
dibuat utk penyakit2 penting yg membahayakan karena angka kematiannya
atau angka kecacatannya tinggi. Penyakit ecek2 biarpun menyebalkan tidak
akan dibuat vaksinnya.
4. Kenapa utk penyakit2 berbahaya seperti penyakit x,y,z tidak ada
vaksinnya? - banyak penyakit berbahaya sedang diteliti vaksinnya, tp
seringkali kendalanya banyak. Jadi sabar saja, seandainya vaksinnya sudah
ditemukan pasti akan dilaunching ke masyarakat.
5. Saya dengar vaksin x punya efek samping yg berbahaya. Amankah
vaksin x? - penelitian terhadap vaksin bisa dibilang adlaah penelitian paling
mendalam terhadap suatu obat. Vaksin akan dilaunching kalau terbukti
efektif dan aman dalam penelitian sevelum dijual. Efek samping vaksin
kadang kala baru terlihat setelah dipakai oleh jutaan pemakai. Bila efek
samping tersebut berbahaya maka pasti vaksin tersebut ditarik dari
peredaran dan diteliti lagi hingga ditemukan vaksin yg lebih aman.
6. Bolehkah imunisasi dengan vaksin yg berbeda merk? - sebaiknya pakai
vaksin yg sama merknya, tapi berbagai vaksin sudah diteliti apakah bisa
berganti2 merk dan ternyata bisa dilakukan pergantian merk bila terpaksa
karena hasil penelitian mendapatkan hasil kadar antibodi yg masih adekuat
utk perlindungan walaupun tidak optimal. Sejauh ini yg masih tidak boleh
berbeda merk adalah imunisasi rotavirus dan pneumokokus.
7. Suntikan BCG anak saya tidak meninggalkan bekas. Haruskah diulang? -
bila yakin sudah disuntikkan dan kualitas vaksin yg dipakai memang masih
bagus maka tidak usah diulang.
8. Anak saya sudah terkena campak. Apakah masih perlu imunisasi
campak? - masih. Karena banyak penyakit dengan tampilan mirip campak
dan bahkan dokterpun sering tertipu. Jadi tetap berikan imunisasi campak
biarpun anak anda sudah terkena "campak".
Kini, anak-anak Indonesia akan lebih terlindungi dari ancaman penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), dengan ditambahkannya vaksin Haemophilus influenzaetype b (Hib) yang diberikan bersamaan dengan vaksin DPT dan Hepatitis B. Vaksin pengembangan vaksin tetravalen (DPT-HB) kombinasi buatan Indonesia ini disebut Pentavalen, karena merupakan gabungan dari 5 antigen, yaitu DPT(Difteri, Pertusis dan Tetanus), Hepatitis B, serta HiB. Kini, kelima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan sehingga menjadi lebih efisien, tidakmenambah jumlah suntikan pada anak sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi yang mendapat imunisasi beserta ibunya.
Vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib) berisi suatu antigen yang dapat mencegah penyakit radang otak dan radang paru. Kedua penyakit inimerupakan penyebab 17,2% kematian pada bayi.Vaksin Hib akan diintegrasikan pada vaksin DPT-HB yang telah lebih dulu dikenal masyarakat.Seperti kita ketahui sebelumnya, vaksin hepatitisB (HB) bermanfaat untuk mencegah terjadinya kerusakan hati (kanker hati). Sementara vaksinDPT terdiri dari 3 antigen yang dapat melindungibayi/balita dari penyakit difteri, pertussis (batuk rejan) dan tetanus. Sebelum vaksin difteri ditemukan, racun yang dikeluarkan oleh bakteripenyebab penyakit difteri dapat memicu terjadinya gagal jantung.Dengan digunakannya vaksin pentavalen (DPT-HB-Hib) bersama vaksin campak, polio dan BCG,maka program imunisasi yang semula diarahkanpada pencegahan 7 penyakit menular (Difteri,Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Tuberculosis padabayi, Polio dan Campak) bertambah menjadi 8 penyakit menular melalui penambahan antigenHaemophilus influenzae type b untuk mencegahPneumonia dan Meningitis pada anak.Dalam program imunisasi dasar lengkap (IDL)bayi yang baru lahir hingga berusia 7 haril angsung mendapatkan imunisasi Hepatitis B.Lalu, saat berusia 1 bulan, bayi memerlukanimunisasi polio dan BCG. Vaksin polio mencegahl umpuh layu sementara vaksin BCG mencegahtuberkulosis. Kemudian berturut-turut pada usia2, 3, dan 4 bulan, bayi mendapatkan lagi vaksinpolio bersamaan dengan pemberian vaksinPentavalen. Ketika bayi memasuki usia 9 bulan,imunisasi campak perlu diberikan. Antara usia 0hari hingga genap 1 tahun, bayi setidaknyadibawa sebanyak 5 kali ke fasilitas kesehatanuntuk melengkapi imunisasinya.Imunisasi tidak hanya memberikan kekebalan perorangan terhadap penyakit, melainkan juga membentuk kekebalan masyarakat. Pemberian imunisasi Polio misalnya, apabila terdapat satusaja anak yang tidak diimunisasi dan terinfeksi virus tersebut, maka ia berotensi besar untukmenularkan penyakit pada anak-anak lain yang belum memiliki kekebalan karena tidak diimunisasi. Karena itu, jika semua anak sudah mendapatkan imunisasi, maka tidak ada seorang anak pun yang akan menderita lumpuh layukarena terserang virus Polio.
No comments:
Post a Comment