October 03, 2014

WorkingMom VERSUS Homemaker -- The Most Annoying Thing About Stay-At-Home Moms vs. Working Moms

10 oktober 2014 #yang bener 8 oktober 2014 jam 9:02 pagi, sambil nunggu telenovela the life we lead kompas tv

Dari grup bee kids ada yang share tentang 'ada apa dengan ibu pekerja?' intinya bahwa mereka tidak mau disalahkan karena mereka bekerja dan berkarier, sedangkan anak dititipi di penitipan atau ditititpi dengan nenek.

Setiap mereka berkomen komen saling panas panasan gitu, aku selalu bilang, setiap pilihan seorang istri SELALU pasti telah dikomunikasikan dengan suaminya. Sederhananya harusnya dicari dulu akar masalahnya ya, bener gak??? Dari beberapa komen yang kubaca dan realitas, mungkin bisa dijadikan beberapa point, sebagai berikut :

  1. Gaya Hidup = istri bekerja karena sudah terbiasa megang uang sendiri plus punya geng untuk hepi hepi, tergila gila pada merk tertentu, JADI siapa yang bisa hidup tenang dengan hanya mennunggu akhir atau awal bulan dari gaji suami dan kemudian harus membaginya ke dalam anggaran rumah tangga, dan yakinlah itu bakallll berratttt
  2. SUAMI meminta istri bekerja demi ekonomi keluarga, kalau yang ini gak akan bisa ditentang, ini perintah, ingat bahwa jika suami minta bukit dipindah oleh istri, istri wajib melakukannya
  3. ISTRI masih menanggung ekonomi keluarga dari belah dia, misal mbantu ade sekolah, ibu bapak tidak punya penghasilan, maka istri minta suami mbantu, tapi suami gak punya uang lain, jadi istri diberi ijin untuk bekerja oleh suami, MAU gimana kalo begini??
  4. SUAMI gajinya untuk mbantu ekonomi keluarganya, sedangkan untuk menafkahi keluarga kecilnya kurang uang, mau gimana????
#jadi aku selalu bilang di komen ku, semua pilihan ada di tangan suami jika kita sebagai perempuan sudah menikah

Workingmom yang bertanggungjawab = harus melakukan beberapa hal, contoh :
  • ngasi ASI demi alasan kesehatan anak, duit irit -- menyiapkan ASI biar bisa keluar, kemudian nyiapin penyedot ASI, botol botol nya, kulkas, orang yang mau nyuapin ASI ke bayi, yang masih mau njaga si bayi selama ibu bekerja
  • asisten rumah tangga : gak bisa dipungkiri siapa yang mau liat rumah berantakan saat pulang kerja, makan belum siap, baju kotor numpuk????????? wajib ada asisten rumah tangga kalo SUAMI ISTRI berangkat kerja jam 5.30 pagi, nyampe rumah jam 9 malam
  • wajib nyari tempat penitipan anak jika anak mau dititipin, dimana yang jadi kriteria tempat penitipan tidak melakukan tindak kekeerasan pada bayi, tempat penitipan juga harus dapat memberi makanan sehat untuk anak, kemudian pendidik harus memiliki kualifikasi sebelum bekerja disitu
Homemaker yang bertanggungjawab = mau masak untuk keluarga walo usaha terus belajar biar rasa masakan diterima keluarga, nyuci baju nyetrika, beberes rumah, nyapu ngepel, nyikat kamar mandi, menjaga emosi suami, belajar seni komunikasi dengan suami, belajar dan menerapkan tentang kewajiban dan hak sebagai suami istri, ndidik anak, dan yang perlu diperhatikan, wajib mau nerima bahwa tiap akhir bulan gaji harus dibagi dalam anggaran rumah tangga, tetapi selain gaji, ada hal lain yang harusnya di syukuri homemaker, mungkin antara lain :
  1. tidak perlu keluar rumah setiap pagi dan meminta ijin suami untuk bekerja, bayangin g sih, jika suami g ngasi ijin ke istri untuk keluar rumah bekerja, kalo kita maksa kan artiny suami ga ngasi ijin dan kita dosa
  2. gak nyari duit sendiri, percaya deh, bekerja tuh banyak stresnya dibanding hepi nya, adaaaaa aja tenggat waktu, belajar hal baru wajib secara cepat, kemudian belum lagi stres dengan rekan yang misalnya gak mau dikalahi gaya hidupnya, gak kuat dengan sifat rekan yang pamer, bos yang bossy, tuhhhhhhh stresnya -- ini yang bikin aku seneng banget karna suami ku belum bolehin aku kerja, udah kebayang stres nya kerja waktu belum nikah
  3. gak harus menggila dengan macetnya jalanan tiap pulang dan pergi kerja, apalagi yang namanya jakarta, senduluan tempat duduk di transportasi umum, belum sulit mau pipis karna takut ketinggalan angkutan, belum lagi sholat dijalan, yang penting sholat, karna kebayang rumah
  4. mudah diajak suami untuk liburan, ya misal suami merasa bahwa sayang kayaknya besok aku cuti pingin jalan kesana, ayang ikut y, nahhhhhhhhhhhhh ini yang paling aku suka, langsung jawab YA, ini kejadian saat aku belum nikah dan mau ke bromo-pasuruan-malang-batu
  5. suami memberi kita waktu untuk belajar, minimal belajar untuk memahami dan menjalankan peran kita untuk menjadi homemaker, bayangin stres nya jika harus jadi wanita karier dan belajar tentang membangun keluarga, asli pasti mumet mbangi waktu -- untuk poin ini banyak sekali buku yang suamiku bolehin untuk aku baca, yang penting itu nambah pengetahuanku, percaya deh itu penting demi menjaga rumah tangga, minimal istri bisa ngaji dan banyak berdoa dengan tenang demi rumah tangga yang diimpikan suami
Mungkin masih banyak lagi, tapi aku sejauh ini ngerasain itu, hehehehehehe, makanya aneh jika misal ada istri yang mau bekerja demi gaya hidup, kasian suaminya kalo menurutku, tapi balik lagi ke KOMITMEN masing masing, aku suka sekali kuote ini:
"cinta mungkin memang bukan pilihan, tetapi komitmen adalah pilihan"

Semua pilihan ada konsekuensinya, bisa dilihat dari realitas, logika, ilmu dan agama, silahkan setiap manusia memilih............

Semoga membantu pembaca yang kebingungan dengan dirinya sendiri, aamiin


Ada Apa Dengan Ibu Pekerja?
Dua bulan belakangan ini di sosial media khususnya di akun-akun yang aku punya selalu saja berseliweran posting sebuah kata-kata renungan mengenai nilai seorang anak. Dan trending topic mengenai ‪#‎fulltimemother‬ vs ‪#‎workingmommy‬mendadak menguasai time line dunia maya. Arrrggggh… ada paa dengan kita, moms? kenapa harus saling sindir? Kenapa harus saling membuat penilaian? Seyogyanya kita adalah wanita-wanita yang berbahagia karena bisa menajdi seorang ibu, berapa banyak orang yang sedang menanti doa-doanya diijabah untuk segera memiliki anak? Pantaskah kita yang sudah memilikinya dan hanya untuk sekedar merasa paling benar harus memposting status atau meme yang bisa menyindir satu sama lainnya?
Bagiku yang sering menggunakan kendaraan umum untuk berangkat kerja, sepanjang jalan sangat banyak pemandangan hidup yang bisa membuat hati terkoyak. Andaikan para ibu yang hidup dibawah kolong jembatan layang itu ikut meramaikan sosmed entah apalagi penilaian kita. Seringkali air mata ini tumpah karena melihat kehidupan mereka, pagi hari mereka memberi susu sachet SKM dan MPASI wafer kepada bayinya, bayi-bayi itu tidur tanpa selimut dan kaus kaki. Apakah aku bisa bilang mereka ibu-ibu yang tidak peduli anak? tidak sayang anak ? TIDAK! Bagiku mereka adalah ibu-ibu hebat untuk situasi kehidupan mereka, hidup dengan atap aspal beralaskan lantai tanah mereka dengan sigap memandikan bayinya, memberi makan meski tak sesuai standard dan tentu ini lebih mulia daaripada wanita yang tega meniadakan anaknya sebelum mereka mampu tersenym. Air mata ini akan mengalir ketika melihat banyak senyum dan tawa disana, ya rab jadikan mereka anak-anak yang bahagia.
Selain masalah ibu bekerja dan tidak, ada hal lain juga yang bikin miris, ibu-ibu yang melahirkan normal dan caesar pun dibanding-bandingkan, ibu yang bisa memberi ASI dan yang tidak juga diributkan. Yang membuat isu dan yang mengomentari adalah semua ibu-ibu kadang membuat tanya dihati, apakah semua ini menjadi tolak ukur kesempurnaan kita menjadi seorang ibu? TIDAK! Helllloowwww para mami’s? ada apa dengan kita? Seharusnya bila kita sudah menjadi ibu, kita tahu bahwa kita memiliki hati yang sama, rasa yang sama yaitu kita bahagia dan akan berusaha dengan segala daya yang kita punya untuk membuat anak-anak kita dan keluarga kita bahagia. Apakah harus dengan cara yang sama ? TIDAK ! kita memilih cara masing-masing untuk sebuah tujuan yang sama, saat ini sesuai kondisiku maka bekerja sambil berusaha membuat yang terbaik untuk keluarga adalah caraku menuju kebahagian, sebaliknya kalian yang memilih full time mother itu pula cara yang ditempuh untuk berbahagia juga. Jadi layakkah kita saling sindir ?
Ketika aku tidak bisa memberikan ASI ekslusif mampir sebuah komentar yang bertanya kok gak ASI, anakku donk ASI bla… bla… cuman bisa tarik nafas dengarnya. Siapa yang tidak tahu manfaat ASI, belum ada satu formula yang bisa menandingi nilai gizinya, dan yang pasti dengan ASI sudah otomatis bisa menghemat pengeluaran, apa ada orang yang menolak untuk keuntungan ini? TIDAK! Aku yang mondar mandir klinik laktasi, dokter kandungan hanya untuk urusan bagaimana mengeluarkan ASI, bagaimana agar aku bisa memberikan yang terbaik. Lantas ketika tim medis sudah menyerah apa yang harus aku perbuat? membiarkan anakku kehausan? Jangan bicara tentang biaya yang dikeluarkan, bayangkan dan rasakan tentang tenaga yang keluar dan rasa kecewa saja bisakah? TIDAK! karena kau tidak ada diposisiku.
Lain lagi ketika kanda harus sakit, akan ada komentar yang mampir ” Kanda butuh maminya dirumah kali” tarik nafas lagi… bagiku adalah sebuah berkah ketika anakku sakit. Allah memberikan tambahan waktu kebersamaan kami, dengan sakitnya kanda aku bisa dirumah selama 2 hari sesuai peraturan perusahaan, musibah dimatamu tapi bagiku sebuah berkah, bisa merasakan? TIDAK! Dan bagaimana ketika anak-anak balita lainnya yang suka main kerumah, rata-rata betah bermain bersama kanda dan satu anak bilang, “mama kanda aku lapar, yang lain menyahut aku juga” Lalu aku menyuapkan anak-anak itu makan dengan lahap… sampai suami komentar “apa ibu mereka gak masak?” kan stay dirumah, apakah ini bisa jadi alasanku menilai mereka? TIDAK ! aku jawab ke suami, semua ibu itu pasti sudah menyiapkan masakan untuk keluarga baik itu mau beli yang jadi atau dimasak sendiri,, hanya saja memang anak-anak sukanya begitu giliran dirumah teman banyak makan, dirumah sendiri tidak suka. Lain kesempatan suami menyampaikan rasa kagum ibu daycare tempat kanda dititipkan “Mami kanda ini luar biasa care sama anak ucapnya, kalau melihat menu kanda kami suka nanya pak , jam berapa ya mami harus masak kan pagi-pagi sekali harus berangkat kerja” lantas apakah ini kujadikan tolak ukur bahwa aku ibu bekerja yang paling baik diantara ibu pekerja lainnya yang menitipkan anaknya juga? TIDAK! aku jelaskan ke suami bahwa ibu-ibu lainnya bisa asaja membwakan bekal anaknya, namun tidak mereka lakukan dengan niat biar bisa menambah pemasukan pemilik daycare, otomatis menambah biaya makan disana, ohh ucap suamiku.
Ada lagi status begini kasihan ya berangkat kerja anak masih tidur, pulang kerja anak sudah tidur! Ada Allah yang maha Adil, bagiku sangat bersyukur mungkin teman-teman bisa melihat hampir setiap pagi sebelum berangkat kerja aku berpoto dengan anakku, dan selalu sampai rumah si anak masih setia menunggu maminya meski 5 menit kemudian akan langsung lelap. Ada Allah yang maha penolong, Dia sudah mengaturkan semuanya, anakku selalu terbangun ketika aku akan berangkat kerja, Allah buat anakku menungguku untuk bisa tidur lelap. Mungkin bagi yang stay dirumah, anaknya baru bangun jam 8 pagi karena Allah meberi waktu buat ibu untuk bebenah terlebih dahulu, anaknya akan tidur lebih awal karena seharian bermain dengan ibu. Begitulah teman cara Allah memberikan kita kemudahan untuk setiap pilihan hidup kita.
So, jangan pernah menghakimi seseorang ketika kita tidak berada diposisinya, ketika kita tidak mengetahui segala proses yang dilakukannya, ber empatilah dengan orang lain maka alsan sederhana ini sudah cukup untuk membuat kita salaing menghargai. Stop saling menjelekkan, saling mencari pembenaran, karena sesungguhnya kita adalah wanita yang berbahagia ketika bisa memiliki buah hati.
Jangan hinakan kami yang bekerja, karena sesungguhya kami menginginkan posisi kalian yang bisa mempunyai waktu dirumah untuk bersama buah hati. Kalian tidak pernah akan bisa merasakan ketika kaki ini melangkah menuju sebuah tanggung jawab profesionalisme dan kami menitipkan kewajiban kami kepada orang lain, hanya Allah yang tahu betapa kencang degup jantung ini, betapa kuatnya otot mata untuk menahan air tidak keluar dari dua mata kami dan menggantikannya dengan sebuah senyuman ketika sang buah hati melambaikan tangannya. dadada mamiiii…
Jadi mari saling berempati, saling menghargai, jangan lagi saling menyindir lewat status karena kita tak pernah tahu akan ada yang terluka dengannya.
‪#‎Salam‬ emak2 bahagia#
sumber : Ulihape (kompasiana.com)


 The Most Annoying Thing About Stay-At-Home Moms vs. Working Moms
Survey respondents say the most annoying thing about stay-at-home mothers is...
"They think they are better moms."
"They don't understand why some women must work full time even when they have children."
"They don't have a clue what is going on out there."
"They seem to judge others for not staying home."
"They revert to acting like they are still in junior high."
"Their sense of superiority for their choice to stay at home."
"They are financially secure enough to stay at home. Not all of us are that fortunate."
"They stick around school too much."
"They invite me to daytime activities knowing that I have a full-time job."
"They have lost their ambition and pretend to be busier than they are."
"They do not understand the lack of flexibility working full time means for other activities."
"They can be overinvolved in their children's lives."
"They do not appreciate that I do the majority of things that they do in much less time."
Survey respondents say the most annoying thing about working mothers is...
"They aren't at home enough."
"How they expect stay-at-homes to pick up the slack for them."
"Their kids suffer."
"They think they can or should be able to do it all."
"They think stay at home moms are lazy."
"They are always tired."
"They use the excuse they have to work to avoid being involved in their children's lives."
"They're always rushing."
"The kids get the brunt of the stress from the workplace taken out on them."
"Someone else is raising their children."
"When some assume stay-at-home moms aren't as educated."
"Most look down on stay-at-home moms."
"Some are snobs."
"They never contribute anything but money."

No comments:

Post a Comment