December 16, 2014

Wajar Dong Buruh Punya Ninja -- okezone

DEPOK - Paradoks antara tuntutan kaum buruh dengan kenyataan di lapangan saat mereka berunjuk rasa menuntut aspirasi.
Di banyak momen unjuk rasa, tak jarang para buruh menggunakan perhiasan ataupun berkonvoi menggunakan motor gede dan terbilang mahal seperti Kawasaki Ninja.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Seluruh Indonesia (FSPMI) Depok Wido Pratikno menilai, itu hanya fenomena sebagian kecil dari ratusan ribu buruh setiap konvoi di jalan. Ia mengklaim sebagian besar buruh belum memiliki tempat tinggal.
“Bicara Ninja, kawan-kawan punya Ninja punya mobil punya itu bisa dihitung sebagian. Justru sebagian besar buruh hidupnya kasihan masih kontrak enggak punya rumah,” kata Wido kepada Okezone.
Wido menilai, wajar jika buruh memiliki barang mewah seperti itu karena sebagian besar mereka memiliki kerja sampingan, begitupun istri ataupun suaminya. Belum lagi jika harta tersebut diperoleh dari warisan orangtua. Wido mencontohkan, istri para buruh juga banyak yang memilih berdagang atau berjualan kue subuh.
“Saya pribadi harus berjuang di luar pekerjaan saya, cari sampingan usaha lain, ngojek. Saya harus kerja ngelas lagi, di luar jam kerja yang ditentukan. Tak dipungkiri teman-teman yang lain secara umum tak cukup untuk kebutuhan hidup, apalagi yang punya keluarga. Buruh yang lajang enggak begitu masalah, wajar dong soal Ninja,” tuturnya.
Menurut Wido, masalah Ninja atau barang mewah lainnya hanya sebagian kecil yang terekspos. Ia meminta media massa langsung mengecek kondisi nyata kehidupan buruh satu persatu.
“Enggak seberapa, boleh dicek mayoritas enggak punya rumah. Dari kami tak ingin seperti pemerintah berpura-pura miskin, contoh itu Jokowi ngomong sepatunya Rp100 ribu dan baju Rp100 ribu tapi anaknya kuliah di Singapura. Mendingan apa yang ada memang ada jangan munafik,” ketusnya. -- bukannya memang jokowi udah kaya y, makanya anaknya bisa kuliah diluar negeri, bukan karna sok kaya

Naik Ninja saat Demo, Bukti Buruh Jauh dari Sederhana 

DEPOK - Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai, tuntutan kaum buruh atas upah yang terus disampaikan kepada pemerintah dapat dipahami akibat himpitan problema kehidupan.
Apalagi hal itu dipicu dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok sandang pangan papan.
“Pertama, memang menarik di Indonesia sekarang ini bahwa siapa pun dengan berteriak mampu membuat pemerintah menoleh dan mendengar kemauan mereka. Sejak reformasi di mana sebelumnya para politisi sibuk dengan urusan masing-masing membuat rakyat frustrasi, saat ini dengan berdemo menjadi jalan meminta perhatian pemerintah, turun ke jalan salah satunya,” kata Devie kepada Okezone.
Dia menambahkan pemerintah juga berupaya menggulirkan berbagai program kebijakan pelipur lara masyarakat, salah satunya tidak membiarkan tarif kendaraan umum pengangkut bahan pokok tak boleh naik. Di sisi lain, lanjutnya, virus materialisme sudah merasuk ke seluruh aspek kehidupan masyarakat.
“Anda gaji Rp3 juta enggak cukup, gaji Rp20 juta pun tak cukup. Materi menjadi 'agama' baru, padahal penjualan barang-barang atau produk baru juga tinggi tetapi mengapa sampai saat ini masih ada demo. Ini kan menjadi suatu hal yang bertentangan,” tegas Dosen Ilmu Komunikasi UI itu.
Devie menilai bahwa kultur masyarakat terseret dalam pemujaan benda-benda konsumtif. Salah satunya persyaratan kartu kredit semestinya jangan dimudahkan, HP dan sepeda motor harus dinaikkan pajaknya.
“Konsepsi hidup sederhana saat ini bisa dilakukan oleh Presiden dan timnya. Masyarakat kita tak mau mengaku karena antara komunikasi lisan harus sesuai dengan komunikasi simbol. Citra pakai Ninja membuat orang tak percaya buruh mau tuntut hidup layak jauh dari kata sederhana, dimana orang masih mampu beli rokok 3 bungkus sehari dan juga pulsa,” katanya.
Penulis buku ini menambahkan, pemerintah dapat mencari jalan keluar lain bagi kaum buruh misalnya membebaskan bebas pungutan sekolah atau mempermudah pelayanan kesehatan.
“Atau bebas akes kendaraan umum sehingga gaji untuk makan utuh atau cukup untuk cicil rumah dan bisa menabung ada pos tabungan. Pos uang di mana dapat digunakan jika terjadi emergensi. Atau pemerintah bisa memfasilitasi koperasi bagi buruh misalnya subsidi susu dan beras sehingga betul-betul kontrol kebutuhan primer bukan tersier. Buruh harus introspeksi pemerintah juga harus berperan,” jelasnya.
Jika dibandingkan dengan negara-negara di Eropa, model penanganan kaum buruh sudah cukup baik.
“Gaji tinggi dan sekolah di beberapa negara itu gratis. Hal-hal dasar seperti susu di Eropa sangat murah untuk kepentingan publik, begitupun masalah transportasi di mana masyarakatnya lebih banyak menggunakan transportasi publik sehingga tak ada kesenjangan sosial,” tutupnya.

No comments:

Post a Comment