December 21, 2014

Status Vasektomi dan Tubektomi dalam Islam -- UMMI

Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat membuat Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan populasi terbesar di dunia, setelah Cina. Untuk menangani ledakan penduduk, pemerintah mengampanyekan gerakan Keluarga Berencana (KB). Berdasarkan data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007 partisipasi pria dalam ber-KB secara nasional dengan memilih vasektomi sebesar 0,4 persen dan tubektomi 3,6 persen.
Vasektomi merupakan tindakan memotong saluran sperma sehingga tidak dijumpai lagi bibit dalam ejakulat seorang pria. Sedangkan tubektomi adalah pemotongan saluran indung telur. Akibatnya, sel telur tidak bisa memasuki rahim untuk dibuahi.
Lalu, bolehkah seorang Muslim/Muslimah melakukan tindakan tersebut? Padahal vasektomi dan tubektomi merupakan langkah pemandulan. Menjawab persoalan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa. Dalam sidang Komisi Fatwa MUI tanggal 13 Juli 1977 memutuskan bahwa vasektomi dan tubektomi bagi seorang Muslim/Muslimah hukumnya haram untuk dilakukan.
Kemudian, sekitar tahun 2000 beredar informasi bahwa saluran sperma atau saluran indung telur tidak perlu diputus, tapi cukup dengan diikat, maka bisa diurai atau diluruskan kembali. Informasi tersebut membuat MUI sebagai pihak yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa mengadakan pertemuan dengan banyak tenaga ahli untuk membahas vasektomi dan tubektomi.
Hasil yang didapat dari pertemuan tersebut, para tenaga ahli itu tidak bisa memastikan apakah seseorang yang sudah melakukan vasektomi atau tubektomi, ketika dilakukan rekanalisasi (penyambungan kembali), tingkat kesuburannya akan seperti sedia kala.
“Akhirnya, pada tahun 2009 dilakukan ijtihad kembali oleh para ulama dan menjadikan kesimpulan para ahli tersebut sebagai penguat hukum terdahulu, yaitu mengharamkan vasektomi dan tubektomi,” ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Drs H Sholahudin Al-Aiyubi, M.Si.
Namun, tambahnya, jika dalam keadaan darurat dan mendesak, vasektomi dan tubektomi diperbolehkan. Ia juga menjelaskan suatu hal dikatakan darurat yaitu apabila tidak melakukan hal tersebut, nyawa akan hilang. Sementara mendesak dapat diartikan sebagai keadaan yang membawa dampak buruk bagi kehidupan di masa mendatang. Kategori mendesak bisa dimasukkan ke dalam keadaan darurat.
Soal pembatasan kelahiran (tahdid al-nasl), secara mutlak tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. “Yang diperbolehkan, mengatur jarak kelahiran (tanzhim al-nasl), sebagai keringanan(rukhsah) kepada umat Islam,” tegas Aiyubi.

No comments:

Post a Comment