ini ibunya kuattt, kalo aku dr awal udh antisipasi, kan harusnya habis
akad suami mbaca keras2 didepan majlis 4 hal yg bisa bikin cerai di buku
nikah sighat taklik, tp krn kemarin g,jd wkt dirumh jkt,aku nyuruh
suamiku mbaca itu bareng2, hbs itu bilang ati2 lo y, aku bukn cewe
bego,aku tau arti pengadilan agama, walo kalo ad ap2 aku g mampu
menafkahi diriku sndri, tp aku yakin kalo nikah gak untuk cerai, aku
pasti ikhlas utk tidak jd wanita mandiri seperti didikan ibuku (kan kalo
wanita mandiri menikah tetep mau kerj dg alsan kalo cerai gimana mo
mkn) jd skrg kami tau sama taulah, semoga kalo pny anak pun bener2 kami
b2 udah sepakat, jd anak g harus dijadiin biang keladi tengkar uanggggg
terus
Saya ibu dari 2 anak dan saya juga bekerja. Dalam dua tahun terakhir,
kehidupan rumah tangga saya tidak harmonis, bahkan sudah 1,5 tahun kami
tidak melakukan hubungan suami istri. Nafkah lahir dari suami juga amat
minim, bahkan 6 bulan terakhir suami tidak memberi nafkah sama sekali
dengan alasan sekarang saya pulang ke rumah orangtua. Menurut saya, jika
memang dia tidak ingin memberi nafkah buat saya, biar saja. Tapi,
bagaimana dengan anak-anaknya yang juga butuh biaya pendidikan. Anak
pertama saya sudah kelas 5 SD dan yang kedua SD kelas 1.
Yang ingin saya tanyakan bagaimana hukum dari perkawinan kami yang
seperti ini? Sepengetahuan saya jika seorang suami tidak memberi nafkah
lahir batin selama 3 bulan berturut-turut padahal dia mampu, maka
hukumnya sudah jatuh talak. Dengan begitu, saya menganggap bahwa saya
sudah ditalak oleh suami meski tidak ada ucapan dari dia. Saya juga
sudah menyampaikan kepada suami bahwa saya minta cerai, tetapi suami
tidak mau mengabulkannya. Katanya, dia ingin memperbaiki keadaan, tetapi
saya tidak mau lagi karena ada beberapa hal yang tidak bisa saya jalani
lagi bersama dia. Bagaimana menyelesaikan masalah ini, Ummi?
Wassalamu'alaikum
Andrie, via e-mail
Jawaban Syariah
Nanda Andrie yang Ummi sayangi, keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah
adalah idaman setiap pasangan suami istri. Rumah tangga seperti ini
terbangun atas dasar pemenuhan hak-hak dan kewajiban suami istri.
Kewajiban suami untuk memberikan nafkah lahir dan batin tehadap istri
dan anak-anaknya, sementara istri mempunyai kewajiban untuk taat kepada
suami. Allah Ta’ala berfirman, “...dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.” (QS Al Baqarah: 233).
Rasulullah saw juga bersabda, “Kewajiban kalian (suami) atas mereka
(istri) memberikan makanan dan pakaian dengan baik.”
Jika suami dengan sengaja menelantarkan dan menzhalimi istri dan
anaknya dengan tidak memberikan nafkah, maka itu adalah kesalahan dan
dia berdosa karena telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami
dan ayah bagi anak-anaknya. Istri dapat menuntut hak-haknya. Jika nafkah
tersebut tidak dapat dipenuhi dan diberikan oleh suami maka istri pun
dapat menuntutnya dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Gugatan
ini dapat berakibat kepada perceraian yang disebut dengan tafriq
qadha’i (perceraian melalui Pengadilan Agama), sebagaimana tertuang
dalam shighat ta’liq yang diikrarkan oleh suami saat setelah akad nikah
berlangsung. Di antara poin-poinnya adalah sebagai berikut:
- Meninggalkan istri selama dua tahun berturut-turut.
- Atau tidak memberi nafkah wajib kepadanya selama tiga bulan lamanya.
- Atau menyakiti badan/jasmani istri.
- Atau membiarkan (tidak memedulikan) istri selama enam bulan.
Jika suami melakukan salah satu dari keempat poin tersebut dan istri
tidak ridha, maka istri dapat mengadukannya kepada Pengadilan Agama atau
petugas yang diberikan hak mengurus pengaduan itu. Pengaduannya bisa
dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut dan
istri membayar uang pengganti atau ‘iwadh kepada suami. Jika proses ini
berjalan dengan baik maka jatuh talak satu kepadanya.
Dalam masalah Nanda ini belum jatuh talak, karena yang memutuskannya
adalah Pengadilan Agama setelah melakukan proses persidangan. Jadi,
sebaiknya Nanda menyelesaikannya melalui Pengadilan Agama yang memang
berhak memperkarakannya sesuai pengaduan istri.
Jawaban Psikologi
Nanda Andrie, salah satu tujuan pernikahan adalah terbangunnya suasana
sakinah, mawaddah, dan rahmat dalam keluarga. Dengan suasana tersebut,
maka seorang istri akan merasa terayomi karena perlindungan yang
diberikan suaminya; sebaliknya seorang suami merasa nyaman berada
bersama istrinya dan bersemangat untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Dalam suasana tersebut, anak-anak dibesarkan dan tumbuh sehingga mereka
siap menjadi pribadi yang sehat.
Tetapi, memang tidak semua kondisi ideal tersebut bisa tercapai dengan
mudah. Buat sebagian pasangan jalan menuju kondisi ideal ini sangat
sulit. Meski dalam surat ini Nanda tidak menjelaskan faktor apa yang
menyebabkan Nanda tidak bisa lagi menerimanya, beberapa saran berikut
ini ada baiknya Nanda pertimbangkan sebelum mengambil keputusan:
- Pertimbangkan dengan matang kondisi kejiwaan anak-anak yang
telah diamanahkan pada Nanda. Mereka adalah generasi masa depan yang
akan menjadikan kehidupan orangtuanya sebagai contoh dalam kehidupan
yang mereka jalani kelak serta dalam menata cita-citanya. Anak-anak yang
hidup dalam keluarga yang kurang harmonis, akan tumbuh dengan kasih
sayang yang terbatas.
- Ingat-ingatlah kebaikan dan sisi positif yang dimiliki
suami, jangan terfokus pada keburukannya saja. Harapan yang terlalu
besar terkadang berubah menjadi tuntutan tersendiri yang akan membuat
kecewa manakala tuntutan tersebut tidak terpenuhi. Karena itu, cobalah
Nanda bersikap realistis.
- Lakukanlah introspeksi untuk mengevaluasi perjalanan
pernikahan Nanda dan sejauh mana Nanda masih mencintainya. Setiap orang
tentu pernah melakukan kesalahan, jika memang kesalahan tersebut bukan
merupakan sesuatu yang fatal, bukakanlah pintu maaf. Semoga dengan
kesabaran yang Nanda berikan, Allah berkenan menggantinya dengan karunia
lain yang lebih besar.
- Pertimbangan dari anggota keluarga besar, perlu dijadikan
masukan. Mintalah pendapat pada keluarga Nanda yang memiliki wawasan dan
bijak dalam memberi pandangan. Liku-liku persoalan rumah tangga dialami
hampir oleh setiap orang yang sudah berkeluarga dengan intensitas yang
berbeda-beda. Nanda dapat mengambil pelajaran sebelum akhirnya mengambil
keputusan.
- Apapun langkah yang akan Nanda tempuh, tentunya Nanda pun
memiliki hak untuk mendapatkan kebahagiaan bagi diri sendiri. Bila semua
langkah sudah dijajaki, serta Nanda sudah berpikir secara matang
mempertimbangkan konsekuensinya bila berpisah, lakukan shalat istikharah
agar Allah memberikan kemantapan hati kepada Nanda untuk memilih mana
jalan yang akan diambil.
Jawaban Hukum
Menurut pasal 39 dari UU No. 1 tahun 1974, perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Kemudian untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara
suami dan istri itu tidak akan dapat hidup sebagai suami istri lagi.
Kemudian pasal 19 PP No. 9 tahun 1975 menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :
- Salah satu pihak berbuat zina, menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat bawaan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/ istri.
- Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Kemudian, dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam keenam alasan tersebut di atas ditambah lagi menjadi :
- Suami melanggar taklik talak
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Bagaimana hukum perkawinan Nanda? Menurut Ummi dalam situasi tersebut
dan dengan melihat alasan-alasan di atas, talak belum jatuh. Apalagi
pihak suami sendiri belum menyatakannya, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Namun demikian, dalam kasus Nanda, sebenarnya cukup alasan untuk
berpisah dengan suami. Kendati ini juga mungkin bukan pilihan terbaik,
utamanya bagi masa depan anak. Keputusan untuk bercerai adalah suatu
pilihan dari suami istri bersangkutan. Dalam arti, pihak pengadilan
agama akan bersikap pasif dan tak akan memaksakan terjadinya perceraian
tersebut, selama kedua pihak tidak menginginkannya.
Memang talak adalah hak dan kewenangan suami, namun hukum perkawinan
Indonesia juga memberi peluang kepada pihak istri untuk menggugat cerai
suaminya dengan alasan-alasan yang sama seperti tersebut di atas.
Gugatan cerai diajukan ke Pengadilan Agama dimana istri berdomisili atau
sesuai dengan KTP dari istri.
Selanjutnya, semuanya terpulang kepada Nanda dan suami. Semoga Allah
swt memberikan jalan keluar yang terbaik bagi rumah tangga Nanda.
No comments:
Post a Comment