December 08, 2014

Matrilineal vs Hukum Waris Islam -- UMMI

Masyarakat yang menganut sistem matrilineal mengatur garis keturunannya dari pihak ibu. “Dalam kekerabatan Minang dikenal istilah samande atau seibu. Sedangkan ayah justru disebut sumando atau ipar,” kata Akmal. Kaum lelaki dianggap tamu dalam keluarga. Dalam adat Minang, posisi perempuan memang sangat ditinggikan. Seorang ibu bahkan disebut limpapeh rumah nan gadangatau pilar rumah tangga
            Perempuan Minang juga menjadi ahli waris, bertentangan dengan hukum waris Islam yang diatur berdasarkan nasab ayah. Dalam budaya Minangkabau dikenal harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah warisan turun temurun dari pihak keluarga perempuan yang tidak boleh sembarangan digadaikan. Sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta dari hasil jerih payah seseorang. 
            Inilah yang kerap menjadi kontroversi, bahwa hanya harta pusaka rendah yang diwariskan mengikuti ajaran Islam. Sedangkan harta pusaka tinggi tetap pada aturan adat, tidak boleh digunakan. Satu-satunya ulama Minang ,yang juga imam besar Masjidil Haram pada akhir abad 19, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, sangat menentang pengaturan ini. Ia sampai tidak mau kembali ke Minang karena konsisten dengan pendapatnya.
            Namun, Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul, ulama Minang yang juga ayahanda Buya Hamka, mengambil jalan tengah. Ia memfatwakan harta pusaka tinggi masuk ke dalam kategori wakaf yang boleh dimanfaatkan oleh pihak keluarga, tapi tak boleh diperjualbelikan. Inilah yang hingga kini dipegang oleh kebanyakan orang Minang.
            Menurut Akmal Basral, matrilineal dalam adat Minangkabau dan kontroversinya dengan hukum Islam menjadi grey area yang tak kunjung menemukan titik temu. Namun, di sisi lain, justru di situlah letak keunikan Minangkabau. Jeffrey Hadler dalam bukunya menyebut kasus Minangkabau sebagai sebuah “teka-teki sosiologis”. Artinya, bagaimana sistem matrilineal bisa berdampingan dengan ajaran Islam yang sangat kuat, itulah keunikan budaya Minangkabau.

No comments:

Post a Comment