October 26, 2014

Rheinald Kasali & Tradisi Melindungi Anak

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Rhenald Kasali, menggugat mentalitas penumpang passenger yang meliputi banyak orang di Indonesia. Ia menyakini bahwa kaum muda harus bisa keluar dari perangkap mental penumpang bila ingin menggapai kesuksesan yang lebih besar.

Konsep penumpang passenger versus pengemudi driver yang dimaksud dalam buku berjudul "Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger?" ini bukan sekadar orang yang bekerja sebagai sopir dan penumpang di dalam kendaraan. “Driver” adalah sikap hidup yang diambil 180 derajat berbeda dengan “passenger”. 

"Menjadi “driver” berarti orang yang mengambil risiko, mengajak orang-orang untuk berkembang dan keluar dari tradisi menuju keadaan yang lebih baik," katanya, Kamis (23/10).

Merekalah yang melakukan pembaruan-pembaruan dan mengambil inisiatif dengan tetap welas asih. Mereka yang mengambil peran sebagai “driver” harus selalu waspada, kompeten, dan terasah oleh pengalaman dan pendidikan. Tapi, bagaimana bila menjadi pengemudi dan kendaraan yang Anda kendarai mengalami kecelakaan? Jangan-jangan nanti saya ditangkap polisi.

Faktanya memang jika ada kecelakaan mobil, penumpang tidak pernah ditangkap polisi. Selalu si sopir yang ditangkap dan “pasang badan” sebagai pertanggungjawaban.


Indonesia dinilai mengalami stagnasi dalam berinovasi. Pakar Ekonomi, Rhenald Kasali berpendapat, kaum berpendidikan di Indonesia terperangkap dengan pola serupa, sehingga tidak tahu dunia luar.  Ketidakmampuan mengetahui dunia luar ini, kata Rhenald, menjadi masalah di Perguruan Tinggi (PT). "PT kita, mengalami masalah besar. Semua, sombong almamaternya. Banyak yang belajar di salah satu PT, kemudian mengajar di sana," ujar Rhenald di Forum Pengembangan Iptek dan Inovasi 2013, Kamis (10/10).  Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) ini berkata, sudah menjadi budaya kalau bertemu dengan orang lain, semua sangat membanggakan sekali almamaternya. Mereka, belajar dan bekerja di kampus yang sama. Jadi, tak ada perkawinana antarpemikiran yang berbeda.    Padahal, katanya, perkawinan pemikiran dari beda keilmuan akan lahir inovasi yang spektakuler. Sebaliknya, kalau terjadi perkawinan sepemikiran, akan mengalami kemunduran karena saling melindungi. "Amerika maju, karena mereka mengawinkan keilmuan dari berbagai pemikiran. Mereka cari yang punya inovasi akhirnya maju," katanya.   Rhenald berkata, kalangan peneliti di Indonesia terbiasa internal. Jadi, mereka melakukan penelitian scientifiknya benar. Namun, masyarakat melihatnya sebagai sesuatu yang ribet. Padahal, pasar sebaliknya menginginkan sesuatu yang bisa langsung aplikasi. "Di kita inses terjadi perkawinan antarsesama pemikiran," katanya.

*Rhenald Kasali: Pendidikan Usia Dini Adalah Keluarga
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan pendidikan usia dini adalah pendidikan utama yang diberikan kepada anak dan memegang peranan penting terhadap perkembangan anak.

"Pendidikan pra sekolah adalah yang utama. Angka partisipasi pendidikan banyak menurun ketika seseorang berusia remaja, setelah diteliti masalahnya adalah (kurangnya) pendidikan pra sekolah," ujar Rhenald di Jakarta, Kamis (21/11).

Rhenald mengatakan pendidikan usia dini memegang peranan penting pada diri seseorang sebagai pendidikan yang pertama diterima namun masih kurang ada kepedulian terhadap hal tersebut. "Masalahnya, yang peduli terhadap pendidikan anak usia dini sangat minim. Tidak ada Taman Kanak-Kanak milik pemerintah," katanya memberi contoh.

Selain pendidikan di luar rumah, Rhenald menyebut pendidikan harus juga dimulai di dalam rumah karena sangat penting untuk masa depan akademis anak tersebut. "Akibat buruknya pendidikan di usia dini, banyak anak yang berhenti sekolah ketika telah mendapatkan ijazah," kata penggagas Rumah Perubahan itu.

Rhenald mengacu kepada angka partisipasi pendidikan di Indonesia yang terus menurun dari SD, SMP, SMA kemudian perguruan tinggi. Berdasarkan data indikator pendidikan disebutkan angka partisipasi sekolah usia 7 hingga 12 (SD) tahun sebanyak 97,49 persen kemudian usia 13 hingga 15 (SMP) tahun 87,58 persen, kemudian 16 hingga 18 (SMA) tahun 57,57 persen dan usia 19 hingga 24 tahun (Perguruan Tinggi) hanya sebesar 13,91 persen.

Rhenald juga mengingatkan peran guru dalam pendidikan yang sangat penting dimana ia menyebut mengajar seharusnya tidak hanya memindahkan apa yang dari buku pelajaran ke siswa namun juga mendidik atau yang disebutnya "mengubah manusia".


*Tradisi melindungi anak-anak yang berlebihan di kalangan orangtua mengakibatkan kemampuan kaum muda dalam mengambil keputusan menjadi lemah.
"Ini salah satu penyebab utama yang mengakibatkan banyak kaum muda kalah dalam mengejar karir dan impiannya," kata Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, Jumat (3/10).
Rhenald melihat fenomena protektif sedari kebiasaan bayi dibedong, lalu digendong dan dituntun. Bahkan yang terjadi belakanga, ujarnya, banyak orangtua mendampingi anak saat wawancara untuk masuk S2. Fenomena ini ia identifikasi sebagai passenger mentality atau mental penumpang.
Dalam buku yang ditulis 30 mahasiswanya, Self Driving dan 30 Paspor di Kelas Sang Profesor, ia mendesak mental sepeti itu harus didobrak.  “Bahkan, mereka diharapkan juga bisa mengambil langkah tegas, kreatif, dan kritis," ungkap Rhenald.

Para mahasiswanya yang hanya duduk manis di kelas mendengarkan dosen justru diterjunkan langsung ke dunia internasional guna mendapatkan pengalaman. Sebanyak 30 mahasiswa itu diberi tugas untuk pergi ke satu negara yang bahasanya tidak boleh mirip dengan Indonesia. Kemudian mereka harus mengurus segala macam sendirian termasuk paspor, visa hingga rencana perjalanan.

Tugas ini bertujuan agar para mahasiswa mampu berpikir sendiri ketika di tengah kesulitan. Pasalnya, selama ini banyak mahasiswa yang hanya diajarkan teori saja. Sehingga mereka hanya menjadi sarjana kertas yang hanya mampu memindah isi buku ke kertas.
"Mereka yang bisa memindahkan ilmu dari otak ke seluruh tubuhnya itu baru sarjana hebat," ungkap Rhenald.

"Saya yakin suatu saat saya bisa menjadi manajer hebat dan pengalaman kesasar di kelas Pak Rhenald ini akan sangat berpengaruh untuk mimpi saya nantinya," kata Yudistira, salah satu mahasiswa yang ikut menuliskan pengalaman di buku 30 Paspor di Kelas Sang Profesor.

*Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan sangat penting bagi generasi muda untuk menyederhanakan pola berpikir.

"Generasi muda perlu menyederhanakan pola berpikir untuk dapat berubah menjadi lebih maju," ujar Rhenald dalan acara "Koran Sindo Semangat Baru" di Jakarta, Jumat (1/3).

Menurut Rhenald, lingkungan yang ada saat ini membuat orang-orang di dalam perusahaan menjadi kompleks. Penyederhanaan cara berpikir penting dilakukan agar kompleksitas tersebut menjadi jelas.
"Generasi yang simpel adalah generasi yang mengedit cara berpikirnya." Namun sayangnya, lanjut dia, yang terjadi di Tanah Air justru sebaliknya. 
Dia mencontohkan pelajaran matrik dan diferensial sudah diajarkan sejak di bangku SMA. Padahal di luar negeri saja diajarkan ketika duduk di bangku kuliah.

"Anak-anak TK pelajarannya sudah seperti murid kelas I SD. Padahal di TK itu seharusnya mereka bermain bukan belajar membaca dan berhitung," tukas dia.

Rhenald optimis kurikulum 2013 bisa memberi harapan untuk pendidikan di Tanah Air yang lebih baik karena membuang materi pelajaran yang tidak perlu. "Tapi perlu diingat bahwa lingkungan dan orang tua juga berperan penting," imbuh dia.

*Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali menyebut orang Indonesia sering kali melupakan "ingatan otot" sehingga kurang produktif. "Jadi begitu diresmikan langsung membludak penumpangnya," katanya.
"Jepang sudah insyaf, anak kelas 1 dan 2 tidak belajar matematika tapi diajari origami, untuk membangun 'muscle memory'. Di Indonesia semua pendidikan lari ke kepala (brain memory)," ujarnya.
Sementara itu, Marketing Director PT Kalbe Farma Widjanarko Loka Djaja mengatakan, kampanye aksi semangat "Indonesia Produktif" diharapkan dapat memicu masyarakat Indonesia untuk memiliki daya saing yang tinggi, tidak hanya motivasi dan semangat tetapi juga wujud aksi yang nyata.
"Dengan potensi dan sumber daya yang ada, kita bisa bangkit dan bersaing untuk mewujudkan Indonesia produktif," ujarnya.

*Pakar pendidikan dan bisnis Rhenald Kasali mengatakan, kesempurnaan pendidikan tak hanya karena faktor kurikulum dan sekolah. Guru dan orang tua adalah faktor yang tak kalah penting.

"Maka tugas kita adalah mengingatkan para orang tua bahwa pendidikan itu tidak mudah dan mahal," kata Rhenald dalam diskusi bertajuk 'Mau Dibawa Kemana Pendidikan Kita' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2014).

Orang tua juga harus terbuka dengan hal-hal baru. Mereka diminta untuk tidak menitipkan anaknya 100 persen kepada sekolah dan lembaga les.

"Kita harus didik anak kita. Justru yang dikhawatirkan adalah anggapan bahwa alat pendidikan kita hanya buku," tutur pendiri lembaga Rumah Perubahan ini.

Padahal menurut Rhenald, alat pendidikan yang lain sangat banyak, seperti alat permainan edukatif bagi anak-anak sekolah dasar. Selama ini, dialog mengenai pendidikan yang muncul di masyarakat adalah hitam dan putih. Masyarakat secara sederhana menilai sistem kurikulum yang satu buruk sementara yang satunya lagi baik.

"Karena memang tidak mungkin langsung sempurna. Harus ada perbaikan-perbaikan. Tinggal kita, berani nggak menghadapi perubahan," tuturnya.

Sementara itu terkait kebijakan Menteri Anies untuk menghentikan sementara kurikulum 2013, ia menyatakan sepakat. Hanya saja, menurutnya sebaiknya penghentian sementara kurikulum tersebut dilakukan setelah tahun ajaran sekolah selesai.

"Sebaiknya kebijakan ini dilakukan saat pergantian tahun ajaran sekolah agar tidak membingungkan," tutup Rhenald.

No comments:

Post a Comment