October 31, 2014

METODE CERDAS DALAM MENGHUKUM ANAK -- MARI BERHENTI MEMBENTAK ANAK dan gunakan The Power of “BERBISIK”

"METODE CERDAS DALAM MENGHUKUM ANAK"
Hadiah Bagi Para Orang Tua: Metode Cerdas Dalam Menghukum Anak
Cara cerdas untuk menjadikan "perang" antara anak dengan orang tua menjadi: Antara anak dengan kesalahannya sendiri.
Buah pena: Jasim Al-Muthawwi'
Semoga bermanfaat bagi saya pribadi..


Seorang ibu berkata:
"Saya punya dua anak, pertama berusia enam tahun dan kedua sembilan tahun. Saya sampai bosan menghukum mereka saking seringnya. Semuanya seolah tidak ada gunanya. Kira-kira apa yang harus saya lakukan?"
Saya berkata:
"Sudah mencoba metode memilih hukuman?"
Dia menjawab: "Saya tidak tahu. Bagaimana?"
Saya berkata: "Sebelum saya jelaskan idenya, ada sebuah kaidah penting dalam meluruskan perangai anak yang kita sepakati. Yaitu: Setiap jenjang usia memiliki metode pendidikan tertentu. Semakin besar anak kita akan membutuhkan berbagai metode dalam berinteraksi dengannya. Namun, Anda akan mendapati bahwa metode memilih hukuman cocok untuk semua usia dan hasilnya positif sekali.
Sebelum kita menerapkan metode ini, kita harus memastikan apakah anak sengaja ataukah tidak melakukan kesalahan tersebut, agar nantinya pelajaran yang kita berikan memberikan manfaat.
Jika tidak sengaja, maka tidak perlu diberi hukuman, cukup ingatkan saja apa kesalahannya.
Adapun jika kesalahannya terulang terus atau sengaja, maka kita bisa memberinya pelajaran dengan berbagai metode, diantaranya: Tidak memberikannya hak-hak istimewa, atau memarahinya dengan syarat bukan sebagai pelampiasan dan jangan memukul.
Kita juga bisa menggunakan metode memilih hukuman. Idenya begini:
Kita minta dia untuk merenung dan memikirkan tiga hukuman yang akan dia ajukan kepada kita. Katakanlah misalnya: Tidak mendapat uang saku, atau tidak boleh main ke rumah teman selama sepekan, atau handphone miliknya disita.
Lalu kita pilih salah satu untuk kita jatuhkan padanya.
Ketika tiga hukuman tidak sesuai dengan keinginan orang tua...contohnya: Tidur, atau diam selama satu jam atau membersihkan kamar, maka kita minta dia untuk mencari lagi tiga hukuman lain.
Saya mengenal beberapa keluarga yang telah mencobanya dan ternyata sukses. Sebab ketika seorang anak memilih hukumannya sendiri, kita telah menjadikannya berperang melawan kesalahannya, bukan ketegangan dengan orang tuanya disamping kita bisa menjaga ikatan kasih sayang orang tua dengan anak.
Selain itu kita juga telah menghormati pribadinya dan menjaga kemanusiaannya tanpa menghina ataupun merendahkannya.
Ibu itu menyela: "Tapi, tidak menutup kemungkinan hukuman yang diajukan tidak bisa mengobati kemarahanku."
Saya menjawab: "Kita wajib membedakan antara mengajar dengan menghajar. Tujuan memberi pelajaran adalah meluruskan perangai anak. Ini butuh kesabaran, pengawasan, komunikasi dan arahan yang berkesinambungan.
Adapun kita teriak-teriak di hadapannya atau memukulnya dengan keras, ini adalah menyiksa bukan mendidik. Ketika kita menghukum anak, kita tidak menghukum mereka sesuai kadar kesalahan, namun kita memberikan hukuman lebih, sebab disertai oleh kemarahan. Disebabkan banyaknya tekanan atas diri kita, akhirnya anak yang menjadi korban. Karena itulah kita menyesal setelah menghukumnya. Emosi membuat kita lupa diri, sebab itu ketika telah tenang kita menyesal telah tergesa-gesa."
Kemudian saya berkata kepada ibu itu:
"Saya tambahkan hal penting, yaitu ketika Anda berkata kepada anak Anda: Masuk kamar, merenung dan pikirkan lah tiga hukuman yang akan ibu pilih untukmu", sikap seperti ini merupakan pendidikan. Sebab ia akan menjadi komunikasi batin antara anak yang telah melakukan kesalahan dengan dirinya sendiri. Ini bagus untuk meluruskan perangai dan introspeksi diri, selain termasuk pembelajaran yang memberikan hasil."
Ibu itu berkata: "Demi Allah, ide yang cerdas. Saya akan coba."
Saya berkata: "Saya sendiri telah mencobanya dan berhasil. Banyak juga keluarga yang saya ketahui mencobanya dan berhasil.
Penghargaan kepada anak tetap ada selama itu dalam rangka memberikan pelajaran.
Ibu itu pun pergi dan kembali sebulan kemudian. Dia berkata: "Metode itu sukses. Sekarang saya jarang emosi. Mereka sendiri yang memilih hukuman. Saya berterima kasih atas ide ini. Tapi saya mau bertanya dari mana Anda mendapatkan ide luar biasa ini?"
Saya menjawab: "Dari metode Al-Quran. Sesungguhnya Allah memiliki perumpamaan paling tinggi. Allah memberikan tiga pilihan kepada orang yang melakukan kesalahan dan dosa, seperti perintah dalam kafarat sumpah dan lainnya, yaitu: Memerdekakan budak, atau puasa atau memberikan sedekah. Pilihan bagi pelaku kesalahan ini merupakan metode yang luar biasa."
Ibu itu berkata: "Jadi ini adalah metode pendidikan Al-Quran."
Saya berkata: "Benar, Al-Quran dan As-Sunnah memiliki banyak metode pendidikan luar biasa untuk memperbaiki perilaku manusia, kecil dan besar. Sebab Allah yang telah menciptakan jiwa-jiwa. Dia Maha Mengetahui apa yang pantas mereka dan apa metode yang sesuai untuk meluruskan dan menjaganya."
Dari akhi Abu Fahd Negara Tauhid, dari Akhi Budiman Abu Rajul.



Kesalahan yang paling sering dilakukan oleh para orang tua dalam mendidik anaknya adalah mengabaikan faktor-faktor penting dalam teknik berkomunikasi sehingga akhirnya seolah-olah anaknya seperti anak nakal yang tidak mau mendengar orang tuanya. Nah apa saja faktor-faktor tersebut:
1. Faktor berkomunikasi berhadapan empat mata tanpa masing-masing melakukan aktivitas lainnya, seperti bicara sambil berkomputer ria atau bicara sambil anaknya bermain. Stop semua aktivitas apapun saat kita hendak bicara dengan anak.
2. Faktor membuat kesepakatan bersama, membuat aturan main yang jelas beserta konsekuensinya.
3. Faktor menggunakan suara datar serta bahasa yg mudah dimengerti anak, tanpa disertai bentakan atau teriakan.
4. Faktor mengingatkan anak dengan menggunakan “Bisikan”
Nah untuk lebih jelasnya berikut kami jelaskan teknik penerapannya yang mungkin bisa ibu kembangkan sesuai situasi dan kondisi yg ibu hadapi:
1. Pada saat ibu ingin bicara maka segeralah memintanya untuk berhenti bergerak dengan cara memegang kedua tangannya, kemudian memintanya untuk duduk/berdiri sejenak dan menghadapkan wajah pada kita sehingga perhatiannya terpusat pada kita.
2. Setelah dia berhenti bergerak, katakan padanya “perhatikan sebentar, Mami mau bicara 2 menit saja, dengarkan baik-baik ya...” sambil tetap pegang kedua tangannya.
3. Bicaralah pelan-pelan tapi jelas maksudnya, apa yg anda inginkan bukan apa yg anda tidak inginkan “misalnya mama ingin kamu berhenti bermain remote tv mulai sekarang dan seterusnya !” penting untuk mengatakan kapan waktunya dimulai dan hingga kapan.
4. Tanyakan apakah ia mengerti apa yang anda katakan. Pastikan ia mengangguk atau mengatakan ya atau mengerti. Jauh lebih baik jika ia kita minta mengulang pesan yang kita sampaikan. Misalnya: “Coba kamu ulangi apa permintaan mami tadi” sambil kita bimbing.. “Mami ingin Bella berhenti bermain...dst”. Pujilah dengan mengatakan “Bagus Sekali”.
5. Jelaskan padanya aturan main konsekuensi jika ia melanggarnya, mis: “Jika kamu mainkan lagi maka kamu tidak boleh menonton film kesukaanmu hari ini,” atau apapun yang menurut ibu layak untuk sepakati.
6. Usahakan jika terjadi pelanggaran pertama anda tidak teriak malainkan datang kepadanya, pegang tangannya dan gunakan “The Power of Berbisik”. isi bisikannya bukan berupa ancaman melainkan mengingatkannya akan kesepakatan yg sudah kita buat. Mis. “Sssstttt... Bella sini dech mami bisikin”, “Bella sayang apakah kamu masing ingin nonton film kesukaan mu hari ini?” “Mami ingatkan Bella agar Bella nanti malam tetap bisa nonton film lho.”
7. Jika terjadi pelanggaran terus maka tidak perlu banyak bicara, laksanakan tindakan, amankan TVnya atau bagaimana caranya agar ia tidak nonton TV malam ini dan pastikan agar ia juga mengetahui bahwa maminya adalah orang yg tegas dan konsisten.
Saya selalu menerapkan aturan main yg jelas, membahas dan membuat kesepakatan bersama anak, lalu setelah itu hanya tinggal mengingatkannya dengan cara “BERBISIK”. Dan sejauh ini The Power of Berbisik betul-betul bekerja dengan baik untuk bisa mengelola prilaku anak saya. Saya saat ini jauh lebih jarang menggunakan teriakan melainkan lebih sering menggunakan bisikan.
Teknik ini juga sangat ampuh apa bila anak kita berusaha membuat ulah di tempat-tempat umum. Selamat mencoba berbisik dan berhenti berteriak...
Silahkan sharing pada siapa saja jika dirasa berguna dan bermanfaat
Salam,
-ayah edy-


Ingat Baik-baik, Berteriak pada Anak tidak Selesaikan Masalah -- kompas

Mengasuh dan menjaga anak terutama yang masih balita bukan pekerjaan mudah untuk sebagian wanita, terutama mereka yang memiliki pekerjaan sehingga harus bisa menyeimbangkan waktu antara keluarga dan karier. Alhasil, saat anak sedang berulah saat ibu terlanjur lelah akibat kerja seharian, akhirnya anak pun kena luapan emosi ibu yang mendadak berteriak pada anak.
Sebenarnya, tak ada satu orangtua yang memiliki keinginan untuk berteriak di depan anak-anak mereka. Namun, seperti yang disebutkan bahwa menjaga dan mengatur emosi merupakan tantangan tersendiri untuk para ibu. Nah, untuk mencegah terjadi hal serupa, berikut uraian dan anjuran dari Eileen Kennedy-Moore, PhD., seorang psikolog dan terapis keluarga.
“Orangtua harus paham, berteriak pada anak hanya akan membuat si kecil semakin membangkang dan tidak mau mendengarkan nasihat orangtua,” ujar Eileen.
Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan agar anak mau mendengar tanpa harus berteriak. Marilah sama-sama kita simak:
Rencana ke depan
“Masalah dan luapan emosi memuncak karena waktu yang terbatas tetapi banyak hal yang mesti dituntaskan,” terangnya. Jadi, menurut Eileen, ibu harus memulai menyelesaikan masalah dengan lebih bijak, seperti mengatur waktu serta jadwal aktivitas. Cara ini terbilang efektif untuk ibu memiliki waktu berkomunikasi dan mengasuh anak, tanpa beban pikiran soal pekerjaan lain yang belum rampung dikerjakan.
“Mengerjakan satu waktu secara bersamaan di mana di antaranya adalah menjaga anak merupakan mimpi buruk yang berakhir ‘bencana’ baik untuk ibu maupun si kecil,” pungkasnya.
Jangan terlalu berharapBerikan tanggungjawab pada anak, seperti misalnya merapikan dan membersihkan mainan usai digunakan. Ingatkan pada diri Anda untuk memberitahukan hal ini pada anak setiap hari. Sebab, daya ingat anak balita belum setangkas anak remaja atau dewasa.
“Jangan berharap terlalu banyak pada anak balita, insting mereka masih ingin bermain dan bermain. Jadi, saat memberikan tanggungjawab, Anda juga harus mengingatkan diri sendiri untuk selalu mengingatkan mereka saat mereka seperti ‘sengaja’ lupa. Sampaikanlah dengan suara yang tenang dan tegas,” urainya.
Jadilah panutan“Anak-anak Anda belajar berkomunikasi dari orangtua,” kata vicki Hoefle, pakar keluarga dan penulis Duct Tape Parenting. Suatu hari, ajaran dan disiplin yang Anda terapkan semenjak anak masih balita akan terus terbawa sesuai perkembangan usia.

No comments:

Post a Comment